Pemain:
- Carey Mulligan sbg Jennie Mellor
- Peter Sarsgaard sbg David Goldman
- Dominic Cooper sbg Danny
- Rosamund Pike sbg Helen
- Alfred Molina sbg Jack Mellor, ayah Jennie
- Cara Seymour sbg Marjorie Mellor,ibu Jennie
- Emma Thompson sbg Miss Walters, kepala sekolah
- Olivia Williams sbg Miss Stubbs, guru Jennie
- Sally Hawkins sbg Sarah Goldman, istri David
- Matthew Beard sbg Graham
Selayang Pandang:
Jennie adalah seorang siswa berumur 16 tahun yang rajin. Dia adalah dambaaan kedua orang tuanya yang menginginkan dia masuk ke Universitas Oxford. Namun hidup Jennie yang lurus-lurus saja mulai membelok ketika dia berkenalan dengan seorang pria paruh baya bernama David Goldman (Peter Sarsgaard). David mulai mengenalkan Jennie pada kemewahan dan kenyamanan akan uang yang banyak. Jennie lalu berteman baik dengan dua teman David yang lain yaitu Helen (Rosamund Pike) dan Danny (Dominic Cooper). Nilai-nilai Jennie mulai turun dan orang tua serta gurunya mengkhawatirkan pendidikan anak muda tersebut. Akankah Jennie berhasil masuk ke Universitas Oxford seperti yang diharapkan orang tuanya? Atau dia malah terjebak dalam cinta dan kemewahan yang diberikan oleh David, kekasihnya?
SPOILER ALERT!
Sinopsis:
Di sebuah sekolah khusus perempuan, bersekolahlah seorang
gadis bernama Jenny (Carey Mulligan). Jenny anak yang rajin dan pintar di
kelasnya. Jenny tinggal bersama kedua orang tuanya di sebuah rumah lumayan
bagus.
Orang tua Jenny sangat mengharapkannya masuk ke Universitas
Oxford.
Jenny memiliki hobi bermain cello. Dia juga ikut bergabung
di sebuah orkestra.
Jenny nampaknya juga jatuh cinta dengan teman satu
orkestranya. Si cowok juga suka padanya. Teman-teman mereka juga tahu mengenai
hubungan mereka dan sering mencie-ciekan. Tapi nampaknya Jenny maupun cowoknya
itu masih malu-malu.
Suatu siang sepulang sekolah, Jenny kehujanan di jalan. Di
tengah hujan badai, sebuah mobil mendekatinya. Si pengemudi mobil itu adalah
seorang pecinta musik dan menawarkan tumpangan pada Jenny. Meskipun dia orang
asing dan tidak dikenalnya, namun Jenny percaya kalau dia orang baik. Nama
orang tersebut David.
Jenny tidak ikut menumpang mobilnya, malahan dia meminta
cellonya saja yang masuk ke mobil. Jenny berjalan kaki dan cellonya diangkut ke
mobil asing tersebut. Mereka lalu berjalan berdampingan sambil bercerita satu
sama lain.
Karena hujan semakin lebat, maka Jenny memutuskan untuk ikut
masuk mobil. Obrolan mereka pun berlanjut. David mengantarkannya sampai rumah.
Sebelum keluar mobil, Jenny bercerita kalau ayahnya tidak
terlalu suka dia menekuni musik. Belajar di universitas lebih penting. Oleh
karenanya, suatu hari Jenny ingin melakukan apa yang dia suka seperti membaca
apapun yang dia inginkan dan menonton film yang dia suka. David manggut-manggut
setuju.
Di rumah, Jenny sedang bernyanyi lagi Prancis. Sepertinya
Jenny benar-benar jatuh cinta dengan musik. Namun sayangnya ayahnya
mendengarnya bernyanyi dan memarahinya kalau lagu Prancis tidak ada dalam
silabus materi pelajaran. Jenny pun langsung mengambil buku dan mempelajarinya
dengan takut.
Suatu sore pacar Jenny datang ke rumah untuk minum teh.
Ayah Jenny menanyainya kamu mau kuliah di unievrsitas nama. Si cowok tersebut
menjawab kalau dia mau rehat setahun dulu untuk jalan-jalan. Ayah Jenny nampak
tidak suka dengan hal tersebut. Jenny pun hanya menghela napas.
Ayah Jenny lalu menyinggung, “Apa kau Teddy Boy? Kau tahu
kan Jenny akan sekolah di Oxford. Lalu disaat Jenny sedang belajar Bahasa
Inggris kau hanya akan keluyuran kemana-mana?” Teddy Bear yang dimaksudkan
disini adalah boneka yang tidak bekerja, sebuah sindiran untuk seseorang yang
tidak antusias dengan pendidikan. Pacar Jenny agak tersinggung dengan hal
tersebut. Namun dia tidak mau berdebat dengan ayah Jenny jadi dia tidak jadi
bicara dan menerima saja sindiran tersebut.
Suatu pagi Jenny mendapat karangan bunga beserta kartu
ucapan di depan pintu rumahnya. Jenny mengatakan pada orang tuanya kalau itu
bunga dari pacarnya. Namun ayahnya tidak percaya dan tanya, “Emang dia ada duit
buat beli darimana? Kerjaan dia apa sih di sekolah?” namun Jenny hanya jawab,
“Mungkin dia cari uang juga.” lalu tidak menjelaskan lebih lanjut.
Di suatu café, Jenny sedang hang out dengan 2 temannya.
Jenny bilang lagi kalau habis lulus dari universitas dia mau berkelana ke Paris
dan melakukan hal yang dia suka.
Keluar dari café, Jenny bertemu lagi dengan David. Mereka
pun ngobrol bentar. Jenny berterima kasih pada David yang telah memberikannya
bunga (Oh ternyata bunga itu tadi dari David bukan pacarnya). David mengajaknya
keluar Jumat malam untuk mendengarkan konser. Jenny pun menyetujuinya. Kedua
temannya tadi hanya berbisik sepertinya mereka lagi ngomongin Jenny ama om om
itu. Wkwkwk.
Selain nonton, ternyata David juga mengajak Jenny untuk
makan malam. Mereka pun berjabat tangan tanda setuju.
Jumat malamnya Jenny sudah bersiap-siap. Namun, ayahnya
tidak mengizinkannya pergi. Jenny pun bilang, “Kalau gitu ayah nanti yang
mengantarkanku.” Dan ayahnya pun menyetujuinya. Ayahnya tanya dimana emang
konsernya? Lalu dijawab ada di St. John Smith Square. Ayahnya tidak tahu dimana
itu. Ibu Jenny bilang tempatnya di dekat Westminster. Nampaknya ibu Jenny lebih
membela kebebasan anaknya. Ayah Jenny tidak mau mengantarkannya sampai
Westminster.
Tiba-tiba David tiba. David menyapa ayah Jenny. Sebelum masuk, ayah Jenny bilang kalau dia
tidak suka dengan orang Yahudi (btw si David ini orang yahudi). David mendengar
perkataan ayah Jenny tersebut namun dengan tenang masih mau menyalaminya. Ayah
Jenny pun mengatakan kalau dia tidak bermaksud mengatakan hal tersebut.
Ibu Jenny, Marjorie, nampak menyukai David karena David
pintar membanyol. Mereka berempat lalu duduk di sofa.
Baru duduk sebentar David minta izin untuk berangkat karena
sudah hampir malam. Ayah Jenny yang awalnya mau mengantarkan Jenny namun
setelah bertemu David lalu mengizinkan Jenny untuk berangkat berdua bareng
David saja. Jenny Nampak senang ayahnya mengizinkannya pergi berdua saja dengan
David.
Jenny berlari-lari bergandengan tangan dengan David menuju
tempat konser. Disana dia diperkenalkan dengan dua teman David, Helen dan
Danny.
Jenny terpesona dengan jaket bulu Helen. Dia tanya dimana
Helen beli. Helen bilang dia beli di Chelsea. Helen pun mengajak Jenny untuk
shopping bareng suatu saat. Namun Jenny bilang kalau belanja di Chelsea terlalu
mahal untuknya. Dengan santai Helen bilang, “Kalau mau shopping, ajak David
saja.” Jenny Nampak bingung dengan ucapan itu. Apakah ini tanda kalau David
banyak uang, ya?
Mereka berempat pun nonton konser.
Jenny senang sekali dengan konser tersebut.
Selesai konser, mereka berempat makan malam di restoran yang
bagus. Mereka pun ngobrol banyak.
Saat itu juga David mengajak mereka bertiga
untuk ke sebuah pelelangan Jumat esok hari. Sepertinya Jenny tidak bisa kalau
Jumat pagi, namun kemudian Jenny bilang. “Sepertinya aku bisa menjadwal ulang
untuk Jumatku besok.” Jenny tidak mau melewatkan kesempatan pergi bersama David
lagi.
Jenny nampak senang dengan malam harinya ini. Rasanya dia
tidak pernah merasakan malam seperti ini sebelumnya.
Jam setengah 12 malam Jenny pulang ke rumah. Ibunya masih
bangun kala itu. Jenny dan ibunya pun ngobrol singkat sebelum tidur.
Pagi harinya Jenny menceritakan acara kemarin ke kedua
temannya.
Baru ngobrol bentar Bu Guru datang ke kelas. Teman-teman
Jenny bilang ke bu Guru kalau Jenny punya pacar baru, seorang pria yang
gentleman. Ibu Guru hanya mangut-mangut saja dan membagikan hasil ulangan
Bahasa Inggris. Seperti biasa Jenny dapat nilai paling baik.
Siangnya Jenny dijemput David. Mereka pergi ke tempat
pelelangan.
Sebuah lukisan dilelang seharga 120 guinea. David berbisik
ke telinga Jenny untuk menawar pada harga 200. Jenny senang sekali dapat turut
merasakan pelelangan lukisan dan memenangkan penawaran tertinggi.
Selesai melelang, David mengajak Jenny berkunjung ke rumah
Denny yang wah.
David meminta Jenny bermain cello. Namun Jenny malu-malu.
Davidpun bilang, “Aku akan melihatmu bermain cello saat kau sudah di Oxford.”
Mendengar kata Oxford, Denny mengajak mereka main lagi; kali ini ke Oxford
(kayaknya ini orang kaya engga ada kerjaan lain selain senang-senang kali ya?).
Namun Jenny sangsi ayahnya akan mengizinkan David membawanya
berakhir pekan. David bilang, “Aku akan minta izin ayahmu.” “Aku berani taruhan
ayah tidak mengizinkan?”, “Kau berani bertaruh berapa?”, “Setengah crown.” Kata
Jenny. Danny mewanti-wanti Jenny untuk berhati-hati, “Hati-hati Jenny, kau
tidak tahu dengan siapa kau bertaruh.” Hmmm mulai kesini jadi bingung nih
sebenarnya David itu siapa sih?
Saat mengantarkan Jenny pulang, Jenny tanya ke David.
“Darimana kau kenal Danny, David?” Lalu David cerita kalau mereka sering
bertemu lalu jadilah mereka teman dan pada akhirnya mereka berbisnis bersama.
Jenny tanya bisnis apa? David jawab semacam bisnis barang seni.
Nampak David mengenal baik orang-orang tersebut. Dia bahkan
ikut membantu membawakan barang-barang bawaan mereka.
Sembari menunggu David menolong orang-orang tersebut, Jenny
merokok didalam mobil.
Selesai menolong, Jenny tanya siapa orang-orang itu. David
menjawab mereka adalah kliennya. Ternyata David menolong orang-orang tersebut
untuk menyewa rumah ke orang kulit putih.
Di sekolah, Jenny nampak tidak fokus lagi. Dia mulai
penasaran dengan si David ini. Nilai Jenny pun memburuk hingga guru sekolahnya
bilang nilainya ngepas sekali dan tidak pantas diperoleh oleh anak yang
digadang-gadang akan masuk Oxford.
Di rumah, ayahnya nampak tidak puas dengan nilai latin Jenny
yang hanya dapat 52. Ibu Jenny membela anaknya dengan bilang, “Semua orang
sudah berusaha yang terbaik, Jack.”
Ayah Jenny kecewa dan bilang dia tidak akan membuang-buang
uang untuk menyekolahkan anak yang hanya akan bermain cello. Jenny nampak sakit
hati. Ayahnya terus berkata dan menyindir Jenny bahwa akan ada seorang pria
diluar sana yang berkantong tebal untuk diraih.
Di suatu siang, Graham (pacar Jenny yang dulu) berpapasan
dengan Jenny and the gank di jalan.
Graham menyapa dengan ramah, “Udah lama ya engga ketemu?”
Lalu Graham menyinggung soal tea party waktu Graham datang ke rumah Jenny dulu.
Jenny gelagapan menjawabnya. Sebetulnya dia kan sudah sibuk dengan pria lain.
Namun teman-teman Jenny menutupinya dengan bilang kalau Jenny engga ada waktu
buat sama cowok karena dia sedang belajar masuk ke Oxford.
Suatu sore, Jenny mendengar gelak tawa di lantai bawah
rumah.
Ternyata oh ternyata David datang ke rumahnya dan mengobrol
dengan orang tuanya. Nampak ayah dan ibu Jenny terpingkal-pingkal dengan
perkataan David.
Jenny pun menyapa mereka. Dia tidak menyangka David datang
dan mengobrol dengan ortunya. Saat Jenny pamit mau mengerjakan PR, ayahnya
bilang, “Jenny kok kamu engga beritahu kalau David alumni Oxford?” Nah Jenny
bahkan tidak tahu kalau David sekolah disana.
Jenny tidak jadi ngerjain PR dan nimbrung bareng ortunya dan
David. David bilang dia sudah izin Jack mau ke Oxford lagi menemui profesornya
dulu akhir pekan ini. Guess what siapa profesornya itu? Ternyata C.S. Lewis
yang ngarang buku Narnia! Jenny antusias sekali dengan pembicaraan ini. Ayahnya
juga mendukungnya untuk mengenal orang dalam Oxford agar dapat diterima lebih
mudah.
Namun ayahnya tidak mengizinkan Jenny ke Oxford akhir minggu
ini mengingat nilai-nilainya sedang buruk. Namun karena profesornya sulit
ditemui dan weekend besok adalah kesempatan yang paling bagus, ayahnya dengan
berat hati mengizinkan. Seebenarnya ayahnya juga khawatir dimana Jenny akan
bermalam. Namun David menyakinkan kalau temannya akan menyediakan kamar khusus
untuk Jenny.
Akhirnya Jenny diizinkan liburan ke Oxford!
Helen mendandani Jenny dengan pakaian-pakaian yang bagus dan
tentunya mahal.
Helen tanya apa Jenny sudah menyiapkan gaun tidur? Jenny
kaget dan tanya balik, “Lho bukannya aku akan tidur sekamar denganmu?” Helen
tanya lagi, “Oh jadi kau belum tidur dengannya? Bagus deh kau kan baru 16
tahun.”. Jenny jawab kalau dia baru akan melakukannya saat umurnya 17 tahun
nanti. “Apakah dengan David?” tanya Helen. “Mungkin iya dengan David.” jawab
Jenny sambil tersenyum.
Setelah dandan yang lumayan lama, Helen dan Jenny pun siap.
Helen mendandani Jenny selayaknya wanita dewasa.
Oxford, we’re coming!
Sampai di Oxford mereka mampir ke pub sekolah. Disana mereka
membicarakan mengenai kehidupan di Oxford.
Karena mereka ke Oxford untuk senang-senang bukan untuk
ketemu CS Lewis, maka David pun memalsukan tandatangan CS Lewis untuk Jenny
agar ayahnya tidak curiga.
Malam harinya, ternyata Jenny tidur sekamar dengan David.
Sebelum tidur, Jenny bilang ke David kalau dia masih virgin
dan akan terus virgin sampai usianya 17 tahun. David bilang, “Ya, itu hal yang
bagus.”
Pagi harinya, mereka berempat pergi ke sebuah desa. Mereka
mau melihat-lihat rumah yang dijual disana.
Saat Jenny mau ikut, Helen bilang, “Kita engga iku, Jenny.”
Lalu Danny menambahkan, “Kenapa kalian berdua tidak pergi minum teh aja gitu?”
lalu merangkul David mengajaknya pergi. David hanya diam saja. Jenny bingung.
Akhirnya, Jenny dan Helen jalan-jalan.
Selesai melihat-lihat, David dan Danny langsung menuju
mobil. Mereka cepat-cepat pergi. Sepertinya didalam rumah tadi mereka bukan
pergi untuk membeli rumah, namun berurusan bisnis. Bisnis apa? Entahlah tidak
tahu. David cs kan memang mencurigakan dari awal.
Didalam mobil mata Jenny berkaca-kaca. Dia tidak mengerti
sebenarnya siapa mereka. Didalam mobil terdapat lukisan; sepertinya mereka baru
saja mengambil lukisan di rumah tadi. Apakah mereka mencurinya? Jadi bisnis
mereka selama ini adalah mencuri barang-barang seni?
Mereka lalu pulang kembali ke rumah Danny.
Saat David menawarinya untuk minum, Jenny langsung pamit
pergi.
David memanggilnya.
David menjelaskan padanya kalau lukisan tadi hanyalah sebuah
peta. Bahkan pemiliknya tidak tahu peta apa itu. Sehingga ketimbang lapuk
menggantung di dinding lebih baik mereka ambil. David bilang mereka bisa
‘mengurusnya’ dengan lebih baik. Jenny tidak termakan omongan tersebut.
David menambahkan kalau dia juga berbisnis dengan cara
menempatkan orang-orang bewarna ke suatu rumah hingga si pemilik rumah tersebut
tidak nyaman dan menjual rumahnya dengan harga rendah. Lalu David bisa ambil
keuntungan dari membeli rumah harga rendah itu. Jadi sebenarnya kemarin David
tidak membantu orang-orang negro tapi mengambil untung dari keberadaan mereka.
David menambahkan, “Oke kalau kamu engga suka dengan bisnis
ini dan mau balik ke rumah dan ngerjain PR latinmu. Tapi harus kau ingat kalau
konser dan makan malam yang kau nikmati seminggu ini tidaklah tumbuh dari
sebatang pohon. Inilah kami, Jenny.”
Jenny hanya termenung saja.
Pada akhirnya Jenny mau menerima pernyataan David.
Malamnya Jenny diantarkan pulang.
Sebelum keluar mobil, Jenny bilang ke David. “Hidupku
membosankan sebelum bertemu denganmu. Tindakan mencerminkan karakter seseorang.
Orang yang hanya diam bukanlah siapapun. Dan kurasa tidak ada seorangpun yang
pernah melakukan sesuatu di negara ini kecuali dirimu.” Mereka lalu berciuman.
Di rumah, Jenny menunjukkan buku Narnia yang telah
‘ditandatangani’ penulisnya kepada ayah dan ibunya. Mereka nampak bangga Jenny
bisa bergaul dengan orang seperti David.
Di sekolah, Jenny membawakan 2 sahabatnya rokok. Mereka
tanya dimana daoat rokok seperti ini. Oh iya, Jenny kan udah punya teman-teman
yang kaya. Begitu teman-temannya menyindir Jenny.
Jenny bilang kalau rokok ini dibeli di Paris. Dia janji akan
mebawakannya lagi. Teman-temannya tanya, “Weh jadi kamu akan diajaknya ke
Paris?” Jenny jawab, “Oui (ya).” Hmm sepertinya our good girl slowly gone bad.
Temannya lalu sadar kalau Kamis depan adalah ulang tahun
Jenny. Ini berarti Jenny akan berumur 17 tahun. “Apakah David akan membawamu
pergi?”, “Mungkin. Dia biasanya datang mengarang-ngarang cerita agar ayahku
mengizinkan.” Mereka pun cekikikan.
Didalam kelas, Jenny dan teman-temannya mulai menyusun
daftar barang yang akan dibeli di Paris. Namun mereka bubar saat guru mereka
masuk.
Bu Guru memberitahu Jenny kalau bu kepsek mau ketemu
dengannya.
Bu kepsek sudah tahu kalau Jenny akan ke Paris dan sudah
tahu hubungannya dengan seorang pria tua. Bu kepsek hanya memberinya peringatan
kalau Jenny seorang gadis yang harus menjaga ‘harganya’. Dan apabila Jenny
kehilangan ‘harta berharga’ itu maka Jenny harus pindah sekolah karena dianggap
tidak kompeten menjaga dirinya. Itu berarti dia akan semakin sulit untuk
mendaftar universitas terkemuka. Jenny terkejut dengan peringatan itu.
Ulang tahun Jenny pun datang. Graham diundang ibu Jenny
untuk ikut merayakannya.
Jenny membuka kado dari ayahnya yang ternyata kamus Bahasa
Latin. Dia juga menerima kado dari Graham yang nampaknya kamus juga (karena
sama tebalnya dengan kamus pemberian ayahnya).
Tidak berapa lama David datang dengan membawa setumpuk kado
untuk Jenny.
Graham yang merasa kehadirannya mengganggu pun pamit pulang
dengan alasan punya banyak PR.
Setelah Graham pergi, David bilang ke ayah Jenny kalau dia
mau membawa Jenny makan malam ke Paris. Ayahnya terkejut, “Paris? Tidak, tidak,
tidak.” dengan tegas ayahnya menolak usulan tersebut.
Ayahnya beralasan kalau orang Prancis tidak ramah terhadap
orang Inggris. Untuk menengahi, ibu Jenny akan mengantar Jenny ke Paris. Tapi
ayahnya juga tidak setuju hal itu. Jenny marah.
Dengan sabar David mendiskusikan hal tersebut dengan ayah
Jenny. Dia bilang kamu tahu kan betapa Jenny suka Prancis? Dengan bujukan
David, akhirnya ayahnya mengizinkan Jenny pergi.
Mereka pun tiba di Paris.
Selesai dari Paris, Jenny dengan bangga memberikan sebuah
parfum Chanel untuk ibu gurunya. Namun gurunya tidak mau menerimanya. “Aku tahu
darimana parfum ini berasal, Jenny. Bila aku menerimanya, aku merasa berkhianat
pada kita berdua.” Begitu alasan gurunya.
Jenny Nampak sedih dan mengambil parfumnya kembali ke tas.
Dia langsung pergi. Gurunya memperhatikannya dengan rasa lega.
Sebelum Jenny pergi terlalu jauh, gurunya itu memanggilnya.
“Kau tahu kan, Jenny. Kau bisa melakukan apa saja yang kau mau. Kau pintar,
cantik. Apakah ‘pacarmu’ tertarik pada kepintaran, Jenny?” “Aku tidak paham kau
mau memberitahuku apa.” Kata Jenny dengan rasa bersalah. “Aku memberitahumu
untuk kuliahlah di Oxford apapun yang terjadi.” kata gurunya. “Karena apabila
tidak, berarti kau menghancurkan hatiku.” tutup gurunya. Jenny Nampak bersalah
dan ingin menangis.
Dengan tegar Jenny berani menjawab. “Ibu kuliah dimana?”,
“Cambridge.”, “Well, ibu cantik dan pintar. Namun selama beberapa waktu
terakhir ini aku makan di restoran mewah dan sudah jalan-jalan dan
senang-senang.” Begitu kata Jenny. “Ya mungkin kita akan berakhir dengan
setumpukan PR dan essay. Ya kita mungkin akan kuliah di Oxford. Namun kita akan
mati begitu lulus. Itukah yang akan kita lakukan sebelum semuanya usai?”
Gurunya hanya diam. “Maaf kalau kau mengira aku sudah mati.” Jawab gurunya.
Jenny mau menjelaskan lebih lanjut namun gurunya memintanya melanjutkan kelas
berikutnya. Jenny merasa makin bersalah.
Suatu malam, Jenny dan ketiga temannya (David, Danny, dan
Helen) melihat pacuan anjing. Selain itu, ternyata David dan Danny ada urusan
dengan orang ‘penting’. Sehabis pertandingan balap anjig mereka ke sebuah club.
Kini Jenny sudah paham apabila David dan Danny berurusan dengan suatu orang dan
tidak ingin diganggu oleh siapapun. Jenny pun tidak banyak bertanya.
Saat akan pulang, David melamarnya. “Will you marry me?”
Namun Jennie tidak menjawabnya. Dia hanya tertawa dan
meminta David mengantarkannya pulang.
Di kamar, Jenny merenungkan lamaran David.
Jenny lalu pergi ke bawah menemui ayah ibunya. Dia bertanya,
“Bagaimana kalau aku menikah saja ketimbang kuliah?” Orang tuanya bingung,
“Menikah?” Ayahnya menjawab, “Tergantung dengan siapa.” Lalu Jenny bilang kalau
David melamarnya namun dia belum menjawab lamaran itu. Ayahnya lalu bilang,
“Kalau gitu kau tidak tergesa-gesa menikah, kan? Menikah bisa dilakukan
jauh-jauh hari lagi setelah kuliah.”
Pagi harinya, Jenny buat gara-gara di kelas Bahasa. Dia
dengan sengaja mengangkat tangannya untuk pamer ke gurunya cincin yang
dikenakannya. “Oh Jenny, lepaskan cincin itu.” Serentak teman-temannya heboh
dengan cincin yang dikenakannya. “Wah, aku akan jadi pengantin.” Ledek
teman-temannya. Jenny Nampak bangga dengan tindakannya.
Jenny pun dipanggil kepsek. Kepsek tanya sejauh mana rencana
pernikahan Jennie? Apakah sudah ditentukan gereja mana untuk menikah? Jenny
jawab, “Kita tidak akan menikah di gereja. David seorang Yahudi.” Bu kepsek
langsung tanya, “Kamu paham kan Jenny hidup tanpa gelar itu tak akan bisa
apa-apa.” “Ibu selalu mengatakan belajar itu berat dan membosankan. Sedang aku
bisa menikah dengan pria Yahudiku dan berkelana keliling dunia, makan enak, dan
have fun.” Begitu Jennie menjawab hadangan bu kepsek mengenai pentingnya
pendidikan.
Jenny pun mengambil barang-barangnya dan pergi dari sekolah.
Jenny kabur ke tempat teman-teman barunya. David memberitahu
mereka kalau Jennie dan dia telang tunangan. Disini nampak raut muka Danny
tidak senang.
Suatu malam, David mengajak Jennie sekeluarga makan malam.
Saat sedang berhenti di pom bensin, Jennie menemukan setumpuk surat di mobil
David. Raut muka Jennie langsung berubah kaget melihat surat-surat tersebut.
Apakah isi surat tersebut?
David yang melihat Jenny telah melihat surat itu langsung
membuka pintu dan ingin menjelaskan ke Jenny. Namun Jenny hanya menjawab
singkat, “Bawa kami pulang.” David dengan berat mengiyakan saja.
Sampai di rumah Jennie melabrak David. Ternyata surat yang
ditemukannya ditujukan pada “Mr. and Mrs. David”. Itu berarti David masih dalam
ikatan pernikahan.
David menjelaskan secara hukum dia memang masih menikah.
“Lalu kapan kau akan beritahukanku hal ini?” tanya Jennie. “Segera.” jawab
David. “Jadi selama ini kau tinggal dengan istrimu? Kau tahu aku tidak
melaksanakan ujianku, aku juga meninggalkan sekolah.” ujarnya sambil menangis. “Aku
bisa mengajukan cerai.” jawab David. “Kalau begitu pergi dan katakan sendiri
pada orang tuaku.” kata Jennie.
Namun David tidak mau karena saat ini suasananya tidak
mendukung. Namun Jennie bersikukuh agar David katakan sekarang atau dia sendiri
yang akan memberitahukan orang tuanya. Jennie memberikannya waktu 2 menit untuk
bersiap.
Namun justru David melenggang pergi dengan mobilnya. Jennie
merasa ditinggalkan.
Keesokannya Jennie curhat ke Helen dan Danny. “Aku sudah
coba memberitahunya.” kata Danny. “Betapa lucunya dunia kalian. Aku kesana
kemari menggandeng suami orang tapi kalian diam saja.” gerutu Jennie. “Kau juga
sama saja. Melihat aku dan David membawa keluar peta dari sebuah rumah juga
cuma diam saja.” seloroh Danny. Jennie hanya diam.
Jennie pun memberanikan diri pergi ke rumah David.
Nampak seorang wanita keluar rumah bersama seorang balita.
Wanita tersebut menyadari siapa Jennie. Dia hanya
menggeleng-gelengkan kepala, “Kau masih bocah.”. Jennie hanya diam ketika
wanita tersebut mengamatinya dari ujung kepala sampai kaki. “Kau tidak tahu
semua ini kan? Ya, mereka tidak
pernah tahu.” Oh jadi selama ini David punya banyak wanita lain yang juga tidak
tahu kalau dia sudah menikah.
Merasa bersalah dan dikhianati, Jennie langsung pergi.
Begitu sampai di rumah, orang tuanya tanya, “Jadi kau
melihat istrinya?”, “Ya aku bertemu dengannya namun tidak bicara padanya karena
tidak perlu.” Orang tuanya Nampak bersalah juga karena mengizinkan anaknya
didekati oleh pria asing.
Tidak berapa lama, ayah Jennie mengetuk pintu kamarnya. Dia
minta maaf telah mengacaukan segalanya. Jennie mendengar ungkapan ayahnya dari
dalam kamar dengan sedih.
Paginya Jennie kembali menemui kepala sekolah. Dia
mengajukan untuk mengulang semesternya ini dan mengambil ujian. Jennie
menekankan bahwa dia sudah sangat bodoh dan tidak ingin mengulangi kesalahan
yang sama lagi. Dia ingin lanjut kuliah.
Namun kepsek dengan gamblang menjawab kalau sekolah hanya
akan sia-sia saja apabila diberikan lagi ke Jennie yang nyata-nyatanya telah
menyia-nyiakannya terlebih dulu. Jennie menyadarinya.
Jennie lalu pergi ke tempat gurunya.
Jennie mengungkapkan rasa bersalahnya pada gurunya tersebut.
Dia minta maaf atas apa yang pernah diucapkannya. Jennie juga bilang dia butuh
bantuan gurunya tersebut.
Jennie mulai belajar kembali dengan buku-bukunya.
Berbulan-bulan kemudian, surat dari Oxford pun tiba di
rumahnya.
Ternyata isi suratnya mengabarkan kalau dirinya diterima di
Oxford. Yeay!
Dan dimulailah hari-hari Jennie sebagai mahasiswa Oxford
University.
TAMAT
Komentar
Posting Komentar