Sinopsis Film An Education (2009)


Pemain:


Selayang Pandang:

Jennie adalah seorang siswa berumur 16 tahun yang rajin. Dia adalah dambaaan kedua orang tuanya yang menginginkan dia masuk ke Universitas Oxford. Namun hidup Jennie yang lurus-lurus saja mulai membelok ketika dia berkenalan dengan seorang pria paruh baya bernama David Goldman (Peter Sarsgaard). David mulai mengenalkan Jennie pada kemewahan dan kenyamanan akan uang yang banyak. Jennie lalu berteman baik dengan dua teman David yang lain yaitu Helen (Rosamund Pike) dan Danny (Dominic Cooper). Nilai-nilai Jennie mulai turun dan orang tua serta gurunya mengkhawatirkan pendidikan anak muda tersebut. Akankah Jennie berhasil masuk ke Universitas Oxford seperti yang diharapkan orang tuanya? Atau dia malah terjebak dalam cinta dan kemewahan yang diberikan oleh David, kekasihnya?

SPOILER ALERT!

Sinopsis:

Di sebuah sekolah khusus perempuan, bersekolahlah seorang gadis bernama Jenny (Carey Mulligan). Jenny anak yang rajin dan pintar di kelasnya. Jenny tinggal bersama kedua orang tuanya di sebuah rumah lumayan bagus.

Orang tua Jenny sangat mengharapkannya masuk ke Universitas Oxford.



Jenny memiliki hobi bermain cello. Dia juga ikut bergabung di sebuah orkestra.


Jenny nampaknya juga jatuh cinta dengan teman satu orkestranya. Si cowok juga suka padanya. Teman-teman mereka juga tahu mengenai hubungan mereka dan sering mencie-ciekan. Tapi nampaknya Jenny maupun cowoknya itu masih malu-malu.

Suatu siang sepulang sekolah, Jenny kehujanan di jalan. Di tengah hujan badai, sebuah mobil mendekatinya. Si pengemudi mobil itu adalah seorang pecinta musik dan menawarkan tumpangan pada Jenny. Meskipun dia orang asing dan tidak dikenalnya, namun Jenny percaya kalau dia orang baik. Nama orang tersebut David.


Jenny tidak ikut menumpang mobilnya, malahan dia meminta cellonya saja yang masuk ke mobil. Jenny berjalan kaki dan cellonya diangkut ke mobil asing tersebut. Mereka lalu berjalan berdampingan sambil bercerita satu sama lain.

Karena hujan semakin lebat, maka Jenny memutuskan untuk ikut masuk mobil. Obrolan mereka pun berlanjut. David mengantarkannya sampai rumah.

Sebelum keluar mobil, Jenny bercerita kalau ayahnya tidak terlalu suka dia menekuni musik. Belajar di universitas lebih penting. Oleh karenanya, suatu hari Jenny ingin melakukan apa yang dia suka seperti membaca apapun yang dia inginkan dan menonton film yang dia suka. David manggut-manggut setuju.

Di rumah, Jenny sedang bernyanyi lagi Prancis. Sepertinya Jenny benar-benar jatuh cinta dengan musik. Namun sayangnya ayahnya mendengarnya bernyanyi dan memarahinya kalau lagu Prancis tidak ada dalam silabus materi pelajaran. Jenny pun langsung mengambil buku dan mempelajarinya dengan takut.

Suatu sore pacar Jenny datang ke rumah untuk minum teh. Ayah Jenny menanyainya kamu mau kuliah di unievrsitas nama. Si cowok tersebut menjawab kalau dia mau rehat setahun dulu untuk jalan-jalan. Ayah Jenny nampak tidak suka dengan hal tersebut. Jenny pun hanya menghela napas.


Ayah Jenny lalu menyinggung, “Apa kau Teddy Boy? Kau tahu kan Jenny akan sekolah di Oxford. Lalu disaat Jenny sedang belajar Bahasa Inggris kau hanya akan keluyuran kemana-mana?” Teddy Bear yang dimaksudkan disini adalah boneka yang tidak bekerja, sebuah sindiran untuk seseorang yang tidak antusias dengan pendidikan. Pacar Jenny agak tersinggung dengan hal tersebut. Namun dia tidak mau berdebat dengan ayah Jenny jadi dia tidak jadi bicara dan menerima saja sindiran tersebut.

Suatu pagi Jenny mendapat karangan bunga beserta kartu ucapan di depan pintu rumahnya. Jenny mengatakan pada orang tuanya kalau itu bunga dari pacarnya. Namun ayahnya tidak percaya dan tanya, “Emang dia ada duit buat beli darimana? Kerjaan dia apa sih di sekolah?” namun Jenny hanya jawab, “Mungkin dia cari uang juga.” lalu tidak menjelaskan lebih lanjut.

Di suatu café, Jenny sedang hang out dengan 2 temannya. Jenny bilang lagi kalau habis lulus dari universitas dia mau berkelana ke Paris dan melakukan hal yang dia suka.

Keluar dari café, Jenny bertemu lagi dengan David. Mereka pun ngobrol bentar. Jenny berterima kasih pada David yang telah memberikannya bunga (Oh ternyata bunga itu tadi dari David bukan pacarnya). David mengajaknya keluar Jumat malam untuk mendengarkan konser. Jenny pun menyetujuinya. Kedua temannya tadi hanya berbisik sepertinya mereka lagi ngomongin Jenny ama om om itu. Wkwkwk.

Selain nonton, ternyata David juga mengajak Jenny untuk makan malam. Mereka pun berjabat tangan tanda setuju.

Jumat malamnya Jenny sudah bersiap-siap. Namun, ayahnya tidak mengizinkannya pergi. Jenny pun bilang, “Kalau gitu ayah nanti yang mengantarkanku.” Dan ayahnya pun menyetujuinya. Ayahnya tanya dimana emang konsernya? Lalu dijawab ada di St. John Smith Square. Ayahnya tidak tahu dimana itu. Ibu Jenny bilang tempatnya di dekat Westminster. Nampaknya ibu Jenny lebih membela kebebasan anaknya. Ayah Jenny tidak mau mengantarkannya sampai Westminster.
Tiba-tiba David tiba. David menyapa ayah Jenny.  Sebelum masuk, ayah Jenny bilang kalau dia tidak suka dengan orang Yahudi (btw si David ini orang yahudi). David mendengar perkataan ayah Jenny tersebut namun dengan tenang masih mau menyalaminya. Ayah Jenny pun mengatakan kalau dia tidak bermaksud mengatakan hal tersebut.

Ibu Jenny, Marjorie, nampak menyukai David karena David pintar membanyol. Mereka berempat lalu duduk di sofa.

Baru duduk sebentar David minta izin untuk berangkat karena sudah hampir malam. Ayah Jenny yang awalnya mau mengantarkan Jenny namun setelah bertemu David lalu mengizinkan Jenny untuk berangkat berdua bareng David saja. Jenny Nampak senang ayahnya mengizinkannya pergi berdua saja dengan David.

Jenny berlari-lari bergandengan tangan dengan David menuju tempat konser. Disana dia diperkenalkan dengan dua teman David, Helen dan Danny.

Jenny terpesona dengan jaket bulu Helen. Dia tanya dimana Helen beli. Helen bilang dia beli di Chelsea. Helen pun mengajak Jenny untuk shopping bareng suatu saat. Namun Jenny bilang kalau belanja di Chelsea terlalu mahal untuknya. Dengan santai Helen bilang, “Kalau mau shopping, ajak David saja.” Jenny Nampak bingung dengan ucapan itu. Apakah ini tanda kalau David banyak uang, ya?

Mereka berempat pun nonton konser.

Jenny senang sekali dengan konser tersebut.

Selesai konser, mereka berempat makan malam di restoran yang bagus. Mereka pun ngobrol banyak.

Saat itu juga David mengajak mereka bertiga untuk ke sebuah pelelangan Jumat esok hari. Sepertinya Jenny tidak bisa kalau Jumat pagi, namun kemudian Jenny bilang. “Sepertinya aku bisa menjadwal ulang untuk Jumatku besok.” Jenny tidak mau melewatkan kesempatan pergi bersama David lagi.

Jenny nampak senang dengan malam harinya ini. Rasanya dia tidak pernah merasakan malam seperti ini sebelumnya.
Jam setengah 12 malam Jenny pulang ke rumah. Ibunya masih bangun kala itu. Jenny dan ibunya pun ngobrol singkat sebelum tidur.

Pagi harinya Jenny menceritakan acara kemarin ke kedua temannya.

Baru ngobrol bentar Bu Guru datang ke kelas. Teman-teman Jenny bilang ke bu Guru kalau Jenny punya pacar baru, seorang pria yang gentleman. Ibu Guru hanya mangut-mangut saja dan membagikan hasil ulangan Bahasa Inggris. Seperti biasa Jenny dapat nilai paling baik.

Siangnya Jenny dijemput David. Mereka pergi ke tempat pelelangan.

Sebuah lukisan dilelang seharga 120 guinea. David berbisik ke telinga Jenny untuk menawar pada harga 200. Jenny senang sekali dapat turut merasakan pelelangan lukisan dan memenangkan penawaran tertinggi.
Selesai melelang, David mengajak Jenny berkunjung ke rumah Denny yang wah.

David meminta Jenny bermain cello. Namun Jenny malu-malu. Davidpun bilang, “Aku akan melihatmu bermain cello saat kau sudah di Oxford.” Mendengar kata Oxford, Denny mengajak mereka main lagi; kali ini ke Oxford (kayaknya ini orang kaya engga ada kerjaan lain selain senang-senang kali ya?).

Namun Jenny sangsi ayahnya akan mengizinkan David membawanya berakhir pekan. David bilang, “Aku akan minta izin ayahmu.” “Aku berani taruhan ayah tidak mengizinkan?”, “Kau berani bertaruh berapa?”, “Setengah crown.” Kata Jenny. Danny mewanti-wanti Jenny untuk berhati-hati, “Hati-hati Jenny, kau tidak tahu dengan siapa kau bertaruh.” Hmmm mulai kesini jadi bingung nih sebenarnya David itu siapa sih?

Saat mengantarkan Jenny pulang, Jenny tanya ke David. “Darimana kau kenal Danny, David?” Lalu David cerita kalau mereka sering bertemu lalu jadilah mereka teman dan pada akhirnya mereka berbisnis bersama. Jenny tanya bisnis apa? David jawab semacam bisnis barang seni.

Disuatu persimpangan jalan, David menghentikan mobilnya di dekat sekeluarga orang kulit hitam. Dengan ramah David keluar mobil dan menyapa mereka. Nampak dari balik kaca Jenny tersenyum dengan keramahan David.

Nampak David mengenal baik orang-orang tersebut. Dia bahkan ikut membantu membawakan barang-barang bawaan mereka.

Sembari menunggu David menolong orang-orang tersebut, Jenny merokok didalam mobil.

Selesai menolong, Jenny tanya siapa orang-orang itu. David menjawab mereka adalah kliennya. Ternyata David menolong orang-orang tersebut untuk menyewa rumah ke orang kulit putih.
Di sekolah, Jenny nampak tidak fokus lagi. Dia mulai penasaran dengan si David ini. Nilai Jenny pun memburuk hingga guru sekolahnya bilang nilainya ngepas sekali dan tidak pantas diperoleh oleh anak yang digadang-gadang akan masuk Oxford.

Di rumah, ayahnya nampak tidak puas dengan nilai latin Jenny yang hanya dapat 52. Ibu Jenny membela anaknya dengan bilang, “Semua orang sudah berusaha yang terbaik, Jack.”

Ayah Jenny kecewa dan bilang dia tidak akan membuang-buang uang untuk menyekolahkan anak yang hanya akan bermain cello. Jenny nampak sakit hati. Ayahnya terus berkata dan menyindir Jenny bahwa akan ada seorang pria diluar sana yang berkantong tebal untuk diraih.

Di suatu siang, Graham (pacar Jenny yang dulu) berpapasan dengan Jenny and the gank di jalan.

Graham menyapa dengan ramah, “Udah lama ya engga ketemu?” Lalu Graham menyinggung soal tea party waktu Graham datang ke rumah Jenny dulu. Jenny gelagapan menjawabnya. Sebetulnya dia kan sudah sibuk dengan pria lain. Namun teman-teman Jenny menutupinya dengan bilang kalau Jenny engga ada waktu buat sama cowok karena dia sedang belajar masuk ke Oxford.
Suatu sore, Jenny mendengar gelak tawa di lantai bawah rumah.

Ternyata oh ternyata David datang ke rumahnya dan mengobrol dengan orang tuanya. Nampak ayah dan ibu Jenny terpingkal-pingkal dengan perkataan David.

Jenny pun menyapa mereka. Dia tidak menyangka David datang dan mengobrol dengan ortunya. Saat Jenny pamit mau mengerjakan PR, ayahnya bilang, “Jenny kok kamu engga beritahu kalau David alumni Oxford?” Nah Jenny bahkan tidak tahu kalau David sekolah disana.

Jenny tidak jadi ngerjain PR dan nimbrung bareng ortunya dan David. David bilang dia sudah izin Jack mau ke Oxford lagi menemui profesornya dulu akhir pekan ini. Guess what siapa profesornya itu? Ternyata C.S. Lewis yang ngarang buku Narnia! Jenny antusias sekali dengan pembicaraan ini. Ayahnya juga mendukungnya untuk mengenal orang dalam Oxford agar dapat diterima lebih mudah.

Namun ayahnya tidak mengizinkan Jenny ke Oxford akhir minggu ini mengingat nilai-nilainya sedang buruk. Namun karena profesornya sulit ditemui dan weekend besok adalah kesempatan yang paling bagus, ayahnya dengan berat hati mengizinkan. Seebenarnya ayahnya juga khawatir dimana Jenny akan bermalam. Namun David menyakinkan kalau temannya akan menyediakan kamar khusus untuk Jenny.
 
Akhirnya Jenny diizinkan liburan ke Oxford!

Helen mendandani Jenny dengan pakaian-pakaian yang bagus dan tentunya mahal.

Helen tanya apa Jenny sudah menyiapkan gaun tidur? Jenny kaget dan tanya balik, “Lho bukannya aku akan tidur sekamar denganmu?” Helen tanya lagi, “Oh jadi kau belum tidur dengannya? Bagus deh kau kan baru 16 tahun.”. Jenny jawab kalau dia baru akan melakukannya saat umurnya 17 tahun nanti. “Apakah dengan David?” tanya Helen. “Mungkin iya dengan David.” jawab Jenny sambil tersenyum.

Setelah dandan yang lumayan lama, Helen dan Jenny pun siap. Helen mendandani Jenny selayaknya wanita dewasa.

Oxford, we’re coming!

Sampai di Oxford mereka mampir ke pub sekolah. Disana mereka membicarakan mengenai kehidupan di Oxford.
Karena mereka ke Oxford untuk senang-senang bukan untuk ketemu CS Lewis, maka David pun memalsukan tandatangan CS Lewis untuk Jenny agar ayahnya tidak curiga.
Malam harinya, ternyata Jenny tidur sekamar dengan David.

Sebelum tidur, Jenny bilang ke David kalau dia masih virgin dan akan terus virgin sampai usianya 17 tahun. David bilang, “Ya, itu hal yang bagus.”

Pagi harinya, mereka berempat pergi ke sebuah desa. Mereka mau melihat-lihat rumah yang dijual disana.

Saat Jenny mau ikut, Helen bilang, “Kita engga iku, Jenny.” Lalu Danny menambahkan, “Kenapa kalian berdua tidak pergi minum teh aja gitu?” lalu merangkul David mengajaknya pergi. David hanya diam saja. Jenny bingung.
 Akhirnya, Jenny dan Helen jalan-jalan.

Selesai melihat-lihat, David dan Danny langsung menuju mobil. Mereka cepat-cepat pergi. Sepertinya didalam rumah tadi mereka bukan pergi untuk membeli rumah, namun berurusan bisnis. Bisnis apa? Entahlah tidak tahu. David cs kan memang mencurigakan dari awal.

Didalam mobil mata Jenny berkaca-kaca. Dia tidak mengerti sebenarnya siapa mereka. Didalam mobil terdapat lukisan; sepertinya mereka baru saja mengambil lukisan di rumah tadi. Apakah mereka mencurinya? Jadi bisnis mereka selama ini adalah mencuri barang-barang seni?
Mereka lalu pulang kembali ke rumah Danny.

Saat David menawarinya untuk minum, Jenny langsung pamit pergi.

David memanggilnya.
David menjelaskan padanya kalau lukisan tadi hanyalah sebuah peta. Bahkan pemiliknya tidak tahu peta apa itu. Sehingga ketimbang lapuk menggantung di dinding lebih baik mereka ambil. David bilang mereka bisa ‘mengurusnya’ dengan lebih baik. Jenny tidak termakan omongan tersebut.

David menambahkan kalau dia juga berbisnis dengan cara menempatkan orang-orang bewarna ke suatu rumah hingga si pemilik rumah tersebut tidak nyaman dan menjual rumahnya dengan harga rendah. Lalu David bisa ambil keuntungan dari membeli rumah harga rendah itu. Jadi sebenarnya kemarin David tidak membantu orang-orang negro tapi mengambil untung dari keberadaan mereka.

David menambahkan, “Oke kalau kamu engga suka dengan bisnis ini dan mau balik ke rumah dan ngerjain PR latinmu. Tapi harus kau ingat kalau konser dan makan malam yang kau nikmati seminggu ini tidaklah tumbuh dari sebatang pohon. Inilah kami, Jenny.”

Jenny hanya termenung saja.
Pada akhirnya Jenny mau menerima pernyataan David.

Malamnya Jenny diantarkan pulang.

Sebelum keluar mobil, Jenny bilang ke David. “Hidupku membosankan sebelum bertemu denganmu. Tindakan mencerminkan karakter seseorang. Orang yang hanya diam bukanlah siapapun. Dan kurasa tidak ada seorangpun yang pernah melakukan sesuatu di negara ini kecuali dirimu.” Mereka lalu berciuman.

Di rumah, Jenny menunjukkan buku Narnia yang telah ‘ditandatangani’ penulisnya kepada ayah dan ibunya. Mereka nampak bangga Jenny bisa bergaul dengan orang seperti David.
Di sekolah, Jenny membawakan 2 sahabatnya rokok. Mereka tanya dimana daoat rokok seperti ini. Oh iya, Jenny kan udah punya teman-teman yang kaya. Begitu teman-temannya menyindir Jenny.

Jenny bilang kalau rokok ini dibeli di Paris. Dia janji akan mebawakannya lagi. Teman-temannya tanya, “Weh jadi kamu akan diajaknya ke Paris?” Jenny jawab, “Oui (ya).” Hmm sepertinya our good girl slowly gone bad.

Temannya lalu sadar kalau Kamis depan adalah ulang tahun Jenny. Ini berarti Jenny akan berumur 17 tahun. “Apakah David akan membawamu pergi?”, “Mungkin. Dia biasanya datang mengarang-ngarang cerita agar ayahku mengizinkan.” Mereka pun cekikikan.

Didalam kelas, Jenny dan teman-temannya mulai menyusun daftar barang yang akan dibeli di Paris. Namun mereka bubar saat guru mereka masuk.

Bu Guru memberitahu Jenny kalau bu kepsek mau ketemu dengannya.

Bu kepsek sudah tahu kalau Jenny akan ke Paris dan sudah tahu hubungannya dengan seorang pria tua. Bu kepsek hanya memberinya peringatan kalau Jenny seorang gadis yang harus menjaga ‘harganya’. Dan apabila Jenny kehilangan ‘harta berharga’ itu maka Jenny harus pindah sekolah karena dianggap tidak kompeten menjaga dirinya. Itu berarti dia akan semakin sulit untuk mendaftar universitas terkemuka. Jenny terkejut dengan peringatan itu.

Ulang tahun Jenny pun datang. Graham diundang ibu Jenny untuk ikut merayakannya.

Jenny membuka kado dari ayahnya yang ternyata kamus Bahasa Latin. Dia juga menerima kado dari Graham yang nampaknya kamus juga (karena sama tebalnya dengan kamus pemberian ayahnya).

Tidak berapa lama David datang dengan membawa setumpuk kado untuk Jenny.

Graham yang merasa kehadirannya mengganggu pun pamit pulang dengan alasan punya banyak PR.
Setelah Graham pergi, David bilang ke ayah Jenny kalau dia mau membawa Jenny makan malam ke Paris. Ayahnya terkejut, “Paris? Tidak, tidak, tidak.” dengan tegas ayahnya menolak usulan tersebut.

Ayahnya beralasan kalau orang Prancis tidak ramah terhadap orang Inggris. Untuk menengahi, ibu Jenny akan mengantar Jenny ke Paris. Tapi ayahnya juga tidak setuju hal itu. Jenny marah.

Dengan sabar David mendiskusikan hal tersebut dengan ayah Jenny. Dia bilang kamu tahu kan betapa Jenny suka Prancis? Dengan bujukan David, akhirnya ayahnya mengizinkan Jenny pergi.

Mereka pun tiba di Paris.

Selesai dari Paris, Jenny dengan bangga memberikan sebuah parfum Chanel untuk ibu gurunya. Namun gurunya tidak mau menerimanya. “Aku tahu darimana parfum ini berasal, Jenny. Bila aku menerimanya, aku merasa berkhianat pada kita berdua.” Begitu alasan gurunya.

Jenny Nampak sedih dan mengambil parfumnya kembali ke tas. Dia langsung pergi. Gurunya memperhatikannya dengan rasa lega.

Sebelum Jenny pergi terlalu jauh, gurunya itu memanggilnya. “Kau tahu kan, Jenny. Kau bisa melakukan apa saja yang kau mau. Kau pintar, cantik. Apakah ‘pacarmu’ tertarik pada kepintaran, Jenny?” “Aku tidak paham kau mau memberitahuku apa.” Kata Jenny dengan rasa bersalah. “Aku memberitahumu untuk kuliahlah di Oxford apapun yang terjadi.” kata gurunya. “Karena apabila tidak, berarti kau menghancurkan hatiku.” tutup gurunya. Jenny Nampak bersalah dan ingin menangis.

Dengan tegar Jenny berani menjawab. “Ibu kuliah dimana?”, “Cambridge.”, “Well, ibu cantik dan pintar. Namun selama beberapa waktu terakhir ini aku makan di restoran mewah dan sudah jalan-jalan dan senang-senang.” Begitu kata Jenny. “Ya mungkin kita akan berakhir dengan setumpukan PR dan essay. Ya kita mungkin akan kuliah di Oxford. Namun kita akan mati begitu lulus. Itukah yang akan kita lakukan sebelum semuanya usai?” Gurunya hanya diam. “Maaf kalau kau mengira aku sudah mati.” Jawab gurunya. Jenny mau menjelaskan lebih lanjut namun gurunya memintanya melanjutkan kelas berikutnya. Jenny merasa makin bersalah.
Suatu malam, Jenny dan ketiga temannya (David, Danny, dan Helen) melihat pacuan anjing. Selain itu, ternyata David dan Danny ada urusan dengan orang ‘penting’. Sehabis pertandingan balap anjig mereka ke sebuah club. Kini Jenny sudah paham apabila David dan Danny berurusan dengan suatu orang dan tidak ingin diganggu oleh siapapun. Jenny pun tidak banyak bertanya.

Saat akan pulang, David melamarnya. “Will you marry me?”

Namun Jennie tidak menjawabnya. Dia hanya tertawa dan meminta David mengantarkannya pulang.

Di kamar, Jenny merenungkan lamaran David.

Jenny lalu pergi ke bawah menemui ayah ibunya. Dia bertanya, “Bagaimana kalau aku menikah saja ketimbang kuliah?” Orang tuanya bingung, “Menikah?” Ayahnya menjawab, “Tergantung dengan siapa.” Lalu Jenny bilang kalau David melamarnya namun dia belum menjawab lamaran itu. Ayahnya lalu bilang, “Kalau gitu kau tidak tergesa-gesa menikah, kan? Menikah bisa dilakukan jauh-jauh hari lagi setelah kuliah.”

Pagi harinya, Jenny buat gara-gara di kelas Bahasa. Dia dengan sengaja mengangkat tangannya untuk pamer ke gurunya cincin yang dikenakannya. “Oh Jenny, lepaskan cincin itu.” Serentak teman-temannya heboh dengan cincin yang dikenakannya. “Wah, aku akan jadi pengantin.” Ledek teman-temannya. Jenny Nampak bangga dengan tindakannya.
Jenny pun dipanggil kepsek. Kepsek tanya sejauh mana rencana pernikahan Jennie? Apakah sudah ditentukan gereja mana untuk menikah? Jenny jawab, “Kita tidak akan menikah di gereja. David seorang Yahudi.” Bu kepsek langsung tanya, “Kamu paham kan Jenny hidup tanpa gelar itu tak akan bisa apa-apa.” “Ibu selalu mengatakan belajar itu berat dan membosankan. Sedang aku bisa menikah dengan pria Yahudiku dan berkelana keliling dunia, makan enak, dan have fun.” Begitu Jennie menjawab hadangan bu kepsek mengenai pentingnya pendidikan.

Jenny pun mengambil barang-barangnya dan pergi dari sekolah.

Jenny kabur ke tempat teman-teman barunya. David memberitahu mereka kalau Jennie dan dia telang tunangan. Disini nampak raut muka Danny tidak senang.

Suatu malam, David mengajak Jennie sekeluarga makan malam. Saat sedang berhenti di pom bensin, Jennie menemukan setumpuk surat di mobil David. Raut muka Jennie langsung berubah kaget melihat surat-surat tersebut. Apakah isi surat tersebut?
 
David yang melihat Jenny telah melihat surat itu langsung membuka pintu dan ingin menjelaskan ke Jenny. Namun Jenny hanya menjawab singkat, “Bawa kami pulang.” David dengan berat mengiyakan saja.

Sampai di rumah Jennie melabrak David. Ternyata surat yang ditemukannya ditujukan pada “Mr. and Mrs. David”. Itu berarti David masih dalam ikatan pernikahan.
 
David menjelaskan secara hukum dia memang masih menikah. “Lalu kapan kau akan beritahukanku hal ini?” tanya Jennie. “Segera.” jawab David. “Jadi selama ini kau tinggal dengan istrimu? Kau tahu aku tidak melaksanakan ujianku, aku juga meninggalkan sekolah.” ujarnya sambil menangis. “Aku bisa mengajukan cerai.” jawab David. “Kalau begitu pergi dan katakan sendiri pada orang tuaku.” kata Jennie.
Namun David tidak mau karena saat ini suasananya tidak mendukung. Namun Jennie bersikukuh agar David katakan sekarang atau dia sendiri yang akan memberitahukan orang tuanya. Jennie memberikannya waktu 2 menit untuk bersiap.
Namun justru David melenggang pergi dengan mobilnya. Jennie merasa ditinggalkan.
 
Keesokannya Jennie curhat ke Helen dan Danny. “Aku sudah coba memberitahunya.” kata Danny. “Betapa lucunya dunia kalian. Aku kesana kemari menggandeng suami orang tapi kalian diam saja.” gerutu Jennie. “Kau juga sama saja. Melihat aku dan David membawa keluar peta dari sebuah rumah juga cuma diam saja.” seloroh Danny. Jennie hanya diam.

Jennie pun memberanikan diri pergi ke rumah David.
Nampak seorang wanita keluar rumah bersama seorang balita.
Wanita tersebut menyadari siapa Jennie. Dia hanya menggeleng-gelengkan kepala, “Kau masih bocah.”. Jennie hanya diam ketika wanita tersebut mengamatinya dari ujung kepala sampai kaki. “Kau tidak tahu semua ini kan? Ya, mereka tidak pernah tahu.” Oh jadi selama ini David punya banyak wanita lain yang juga tidak tahu kalau dia sudah menikah.
 
Merasa bersalah dan dikhianati, Jennie langsung pergi.
Begitu sampai di rumah, orang tuanya tanya, “Jadi kau melihat istrinya?”, “Ya aku bertemu dengannya namun tidak bicara padanya karena tidak perlu.” Orang tuanya Nampak bersalah juga karena mengizinkan anaknya didekati oleh pria asing.
Tidak berapa lama, ayah Jennie mengetuk pintu kamarnya. Dia minta maaf telah mengacaukan segalanya. Jennie mendengar ungkapan ayahnya dari dalam kamar dengan sedih.
Paginya Jennie kembali menemui kepala sekolah. Dia mengajukan untuk mengulang semesternya ini dan mengambil ujian. Jennie menekankan bahwa dia sudah sangat bodoh dan tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama lagi. Dia ingin lanjut kuliah.

Namun kepsek dengan gamblang menjawab kalau sekolah hanya akan sia-sia saja apabila diberikan lagi ke Jennie yang nyata-nyatanya telah menyia-nyiakannya terlebih dulu. Jennie menyadarinya.
Jennie lalu pergi ke tempat gurunya.

Jennie mengungkapkan rasa bersalahnya pada gurunya tersebut. Dia minta maaf atas apa yang pernah diucapkannya. Jennie juga bilang dia butuh bantuan gurunya tersebut.
Jennie mulai belajar kembali dengan buku-bukunya.
 
Berbulan-bulan kemudian, surat dari Oxford pun tiba di rumahnya.
Ternyata isi suratnya mengabarkan kalau dirinya diterima di Oxford. Yeay!
Dan dimulailah hari-hari Jennie sebagai mahasiswa Oxford University.


TAMAT

Komentar