Maret – Mei: Mencoba Mencari Letter of Acceptance (LoA)

 This blog does not represent the Fulbright Scholarship nor any other institutions mentioned here. It is the writer’s own to share her experiences to pursue scholarship and study abroad. For any official information, please refer to the official scholarship’s website.


    Sebelum lockdown dimulai, bulan Februari adalah harapan bagaikan awal musim semi dimana banyak bunga mulai bermekaran. Aku mendatangi kantor IDP Yogyakarta yang berlokasi di jalan Solo untuk bertanya-tanya perihal LoA. Aku disambut ramah oleh Mas Andi, konselor IDP yang banyak membantuku mencari LoA (Big thanks mas Andi!). Karena fokusku saat itu adalah LPDP (yang memberikan banyak slot untuk awardee), aku berniat mencari universitas yang masuk ke dalam list mereka. Ada 3 universitas yang menjadi tujuanku saat itu, University of Melbourne (Unimelb), University of College London, dan University of California Los Angeles. Namun aku hanya mendaftar di Unimelb saja karena memang tujuan utamaku saat itu adalah Australia. Serta LoA dari Unimelb dapat aku pakai juga sebagai lampiran tambahan untuk mendaftar AAS nantinya. Alhamdulillah walau dengan IELTS 6.5, Unimelb mau memberikan satu kursinya untukku. Mas Andi juga menyarankanku untuk mendaftar ke University of New South Wales (UNSW) karena ada fee waiver (gratis biaya pendaftaran). Aku dengan senang hati menyetujuinya karena ada satu dosenku yang mendapat Ph.D. disana. Note: khusus untuk pendaftaran ke Unimelb ada biaya pendaftaran sebesar AUS $100 (1 jutaan rupiah). Alhamdulillah di bulan Maret LoA dari Unimelb dan UNSW datang. Senangnya hatiku untuk pertama kalinya mendapat LoA! Karena LoA inilah aku menjadi percaya diri dengan diriku. Lihat, ada universitas besar yang mau menerima aku, begitu aku ulang-ulangi ucapan tersebut dikepala.

Conditional LoA dari UNIMELB

    Selain mendaftar ke Australia, sebenarnya aku juga mendaftar ke University of Birmingham (melalui agen iBEC via email) serta University of Edinburgh (mendaftar sendiri lewat portal pendaftaran universitas). Sayangnya aku tidak diterima di Edinburgh; kemungkinan besar karena IELTS ku kurang serta aku mendaftar cukup telat di bulan Maret. Untuk pendaftaran di Birmingham aku tidak mendapat kabar dan juga tidak menanyakan ke iBEC – salah satu alasanku tidak follow-up ialah aku yakin tidak diterima dan sekalipun diterima universitas tersebut tidak ada dalam list LPDP jalur Reguler – Pendidikan.


    Bulan Maret ini pula aku mendapat email dari AMINEF yang enggan aku buka. “Ah, paling juga We are sorry/ We regret to inform you… lagi,” batinku. Tidak disangka ternyata bukan. Email tersebut berisi pemberitahuan bahwa AMINEF menunda jadwal wawancara karena adanya PSBB. Hmmm paling tidak masih ada harapan, begitu pikirku. Karena AMINEF biasanya hanya mengemail hal penting dan tertuju pada kalangan khusus, aku jadi percaya diri bahwa hanya aku dan beberapa orang lainnya yang diemail. Benar saja saat aku membuka Instagram AMINEF yang berisi postingan pemberitahuan PSBB, dalam komen banyak yang bertanya mengenai wawancara. Aku ingat ada yang memberikan hint kalau dia diemail sama denganku, namun banyak yang lain yang tidak menerima email. Berarti memang benar kalau kemungkinan besar aku masuk wawancara dan hatiku berbunga-bunga.

First hint from AMINEF



Komentar