Aku tidak pernah menganggapnya aneh. Aku tidak pernah takut padanya. Namun itu disaat aku masih kecil – masih seorang bocah TK berumur 4 tahun. Kini saat dewasa aku menganggapnya aneh. Aneh mengapa itu dapat terjadi. Apakah itu hanya halusinasiku disaat kecil? Disaat aku belum mengerti perbedaan kenyataan dan fantasi? Lalu dimanakah dia saat ini?
Tadi malam aku memutuskan keluar rumah. Hari cerah meski ramalan cuaca mengatakan akan hujan. Tempat tinggalku dekat dengan sebuah pasar. Tidak begitu dekat, sekitar 2 kilo dari rumah, yang biasa aku jangkau dengan sepeda motor 10 menit saja. Setelah mendapatkan cilor balado-pedas 5ribuan, aku memutuskan pulang lewat jalan yang aku lalui tadi. Jalan kenangan yang amat sangat jarang aku lalui selepas aku SMP. Jalan sepi yang menjangkau rumah dengan bekas TK ku. TK yang kini sudah tidak ada dan berubah menjadi rumah biasa.
Aku bukan bersekolah di TK elit seperti kebanyakan anak-anak sekarang. TK ku hanyalah TK kecil yang berisi anak-anak kumuh yang tidak berpunya (teman SD ku yang bilang seperti itu; bilang bahwa anak-anak di TK ku berbaju kumuh). Aku tidak pernah tahu hakikat sekolah yang baik. Aku tidak tahu TK ku sebegitu kumuh sampai aku duduk di bangku SD. Namun di TK inilah kepribadianku yang papa terbentuk. Kepribadian kesederhanaan yang mungkin akan sirna ditahun-tahun kedepan. Aku berbicara fakta dimana orang tidak berpunya sekarang berpura-pura kaya.
Di TK ini aku datang pukul 08.00 dan pulang pukul 10.00. Tidak ada anak yang membawa tas ransel ke TK ini. Masih ingat dengan anak-anaknya yang miskin? Ya semiskin itu hingga kami tidak perlu membawa tas ke sekolah. Kami datang ke TK hanya untuk belajar menggunting, menempel, bernyanyi, dan bertepuk tangan. Tidak ada pelajaran membaca maupun membaca al Quran apalagi drum band. Semua itu hanya didapat ketika kau bersekolah di TK elit. Sehingga tidak heran aku baru bisa membaca di kelas 1 SD dan membaca iqro di level yang sama. Namun aku cukup beruntung sebagai anak mumpuni yang cepat membaca dan menulis. Aku bahkan bisa belajar iqro seorang diri di rumah dan kelas 4 SD aku mulai membaca al Quran. Bacaanku jelek karena aku tidak pernah ikut TPA. Namun sekali lagi, TK ‘jelek’ ini yang membantuku belajar kehidupan.
Aku ingat ibu selalu berpesan untuk jangan masuk TK terlalu pagi. Nanti diculik orang, begitu kata ibu. Namun setelah kakakku masuk SD dan mulai berangkat pagi, aku menjadi kesepian. Selepas ikut mengantarkan kakakku di SD – yang sebenarnya SD ku sangat amat dekat dengan TK ku – aku merajuk pada ibu untuk diperbolehkan masuk TK saat itu juga. Pukul 07.00 ibu meninggalkanku disana. Sebagai anak naif yang tidak khawatir apapun, aku mulai bermain seorang diri di prosotanataupun ayunan. Terkadang aku mengambil buah mlinjo yang jatuh dan mengulitinya. Sebegitu selonya aku menjalani hidup (hal yang sangat aku rindukan saat ini ketika dewasa :’( ). Namun aku sebenarnya tidak sendirian, ada seorang gadis dewasa yang terkadang menemaniku. Gadis itu bukan setan ya, dia orang beneran (Ps. Ini bukan cerita horor).
Aku tidak tahu namanya. Yang aku tahu hanyalah bahwa dia anak sang pemilik bangunan TK. Aku sudah lupa dengan wajahnya, lagipula aku tidak pernah memperhatikan wajah orang. Tubuhnya berisi, rambutnya pendek, tidak pernah bicara, tidak punya teman, usianya mungkin SMA atau kuliahan, dan yang jelas dia berwajah biasa. Aku tidak menganggapnya jelek, aku tidak menganggapnya aneh, aku menganggapnya sama seperti kakakku – bukan sebagai kakakku namun aku menganggapnya mungkin pendiam dan tidak punya teman seperti kakakku. Aku mengira setiap orang dewasa mungkin bersikap aneh sama seperti dia. Aku tidak paham orang dewasa – hingga kinipun tidak memahami mereka. Dia tidak bermain atau mengajakku bicara. Dia hanya duduk di ayunan melamun; duduk manis menyapa mentari pagi sampai guru TK masuk. Aku tidak merasa terancam dengan keberadaannya, justru aku malah merasa ditemani. Sebagai anak yang kesepian, rasa adanya seseorang disampingmu bahkan meski tidak mengajakmu bicara adalah hal yang luar biasa.
Aku baru mengetahui sisi gelap hidupnya saat aku masuk SD. Teman bermainku yang menceritakannya padauk, meski aku tidak ingat teman yang mana. Bapak ibu tidak pernah memanjakanku sejak kecil. Begitu diantar sampai SD, aku langsung ditinggal pergi. Pulangnya aku berjalan kaki. Jarang sekali dijemput. Kalau beruntung, biasanya akan ada orang tua murid yang memboncengkanku sampai rumah. Namun seringnya berjalan kaki sendirian. Nah saat berjalan kaki itu aku sering melihat si gadis duduk di ayunan atau jungkat-jungkit. Masih sendirian didepan TK. Melamun juga seperti biasa. Aku terkadang memandanginya sambal lalu. Terkadang pula bertanya-tanya gerangan apa yang sedang dipikirkannya. Aku tidak pernah berpikir kenapa orang sedewasa itu tidak sekolah atau bekerja. Lalu suatu ketika temanku berkata, “Dia itu orang gila. Katanya sih pacarnya direbut sama ibunya. Makanya dia jadi melamun seperti itu.” Aku terkejut mendengarnya. Apakah perkataan itu benar? Betapa sedihnya si gadis itu. Pantas dia hanya melamun duduk saja. Namun aku tidak pernah memikirkan kebenaran hal itu. Aku tidak pernah mencari informasi mengenainya. Apakah karena dia memang gila hingga ibuku takut aku berangkat pagi dan diculik olehnya? Tidak, dia tidak nampak segila itu. Dan dia bukan orang gila. Orang gila ya badannya kotor dan tidak berbaju. Tapi dia sebersih orang-orang normal dan tidak bau. Mungkin halusinasi masa kecilku terlalu fantasi.
Jujur aku tidak pernah memikirkan nasibnya. Dan ketika aku lewat untuk kesekian kalinya lewat TK ku, malam ini aku tergelitik memikirkan nasibnya. Entah sejak kapan TK ku menghilang. Setahuku saat SD siswa-siswanya makin banyak. Apa mungkin ini terjadi setelah aku masuk SMP? Aku tidak ingat apa yang terjadi pada desa kecilku pascagempa 2006. Segalanya berubah dengan cepat setelahnya… dan aku tidak mampu mengingatnya. Kini tidak ada lagi papan nama TK ditembok atas pintu depan. Tidak ada lagi ayunan, prosotan, jungkat-jungkit, ban-ban, dan atribut TK lainnya di sana. Semua berganti dengan halaman rumah biasa, meski bangunannya masih bangunan jawa lama. Didalam hati aku merindukan TK kecilku ini. Kemanakah 2 guruku dulu? Sudah jadi apa teman-temanku? Dan bagaimana nasib si gadis setelah 20 tahun berlalu? Mungkin dia telah menjadi seorang ibu.
Komentar
Posting Komentar