Review Novel We Have Always Lived in the Castle Karangan Shirley Jackson



Aku jatuh cinta dengan Shirley Jackson. Seorang penulis berkebangsaan Amerika Serikat yang terkenal dengan karya-karyanya yang gothic dan misterius. Mungkin ceritanya memang tidak segelap karangan Edgar Allan Poe, namun ciri khas tokohnya yang ‘aneh’ dan nampak ‘gila’ menjadi warna tersendiri dalam karangan-karangannya. Shirley fenomenal dengan cerita pendek The Lottery dan novel thriller The Haunting of Hill House, sedangkan novel yang akan aku review ini adalah novel terakhirnya yang terabit sebelum sang penulis meninggal. 


We Have Always Lived in the Castle menceritakan dua orang bersaudari Constance dan Mericat Blackwood yang hidup mengisolasi kiri di rumah keluarganya di ujung jalan. Rumahnya indah dan besar, warisan dari ayahnya yang seorang tuan tanah. Tidak diceritakan apa pekerjaan keluarganya selain bertani namun dipastikan kalau Blackwood ini kaya raya. Constance dan Mericat hidup bersama paman mereka yang lumpuh bernama Julian. Constance digambarkan seperti peri cantik bermata biru (pantas di versi filmnya tokoh ini diperankan Alexandra Daddario) dengan sifat lembut, ramah, pintar memasak, dan tentunya menyanyangi keluarganya. Maricat, adiknya, digambarkan sebagai gadis kecil berusia 18 tahun yang antisosial dan curigaan. Dia tidak menyukai penduduk desa dan berharap orang-orang disana mati. Dia juga kerap sekali mengubur benda-benda keluarganya di berbagai sudut rumah dan halaman. Maricat tidal memiliki teman, Hanya seekor kucing bernama James yang selalu membersamainya. 

Novel ini diceritakan dari sudut pandang Mericat. Dia bercerita betapa dia membenci hari Selasa dan Jumat dimana dia harus berbelanja ke desa. Dia tahu penduduk desa tidak menyukainya dan berharap dia pindah dari situ. Enam tahun sebelum setting cerita, semua keluarga Blackwood diracuni oleh seseorang yang sengaja menaruh racun di gula saat makan malam. Semuanya tewas dengan hanya menyisakan Constance, Mericat, dan Paman Julian. Constance dituduh sebagai dalang pembunuhan karena setelah terjadi keracunan dia langsung mencuci bersih mangkok gula yang berisi racun. Sedangkan Maricat lolos dari tuduhan karena saat kejadian dirinya dihukum kurung kamar tanpa makan malam. Setelah peristiwa tersebut, Constance dicdili namun akhirnya dinyatakan tidak bersalah. Meski begitu, penduduk desa tidak mempercayainya dan tetap menganggapnya pembunuh. Oleh karenanya Constance trauma dan tidak mau keluar rumah lagi. Dia takut dengan orang-orang tasing, dan Mericat adiknya berusaha untuk melindungi kakaknya ini. Suatu ketika sepupu mereka yang bernama Charles Blackwood datang bersua tanpa diundang. Constance menyambutnya dengan senang arena Charles mengingatkannya pada ayahnya. Charles dan ayahnya memang diceritakan sangat mirip. Namun tidak begitu dengan Mericat. Sifatnya yang curigaan pun membuatnya berpikir kalau Charles hanyalah khayalan belaka. Dia mencoba mengusir Charles berulang kali namun selalu gagal. Charles tahu kalau Mericat tidak menyukainya, namun dia juga tidak mau mengalah. Perlahan-lahan Charles mengambil alih kepemimpian rumah Blackwood. Dia tidur di kamar tidur ayah Constance dan Mericat serta memakai pakaian dan perhiasannya. Mericat semakin benci kepada Charles dan terang-terangan mengusirnya. Constance yang sabar berusaha mendamaikan mereka berdua, dan setiap pengusiran yang dilakukan Mericat dia anggap sebagai salahnya. Lama-lama Charles muak dengan keadaan ini. Dia berusaha untuk mengeluarkan Mericat dan Paman Julian yang jelas-jelas tidak menyukainya. Hingga akhirnya pada suatu malam, terjadilah kebakaran hebat di rumah Blackwood. Charles langsung berlari ke desa untuk meminta bantuan penduduk sana. Sedangkan Constance dan Mericat tetap tenang didalam rumah. Tidak berapa lama penduduk desa datang memadamkan api. Constance yang tidak senang keramaian menjadi panik. Mericat berusaha membantu kakaknya keluar rumah yang saat itu sudah porak-poranda karena api dan diinjak-injak pemadam kebakaran. Untunglah api dapat dipadamkan. Namun penduduk desa yang sedari dari menonton kebakaran tersebut tidak menyukainya. Mereka multi mengolok-olok agar rumah tersebut hancur saja. Tanpa pikir panjang salah seorang mengawali dengan melempar bongkahan batu ke rumah yang setengah terbakar tersebut. Tidakannya diikuti oleh semua penduduk desa. Rumah Blackwood dihancurkan oleh tetangganya sendiri! Piring-piring pecah, kursi-kursi dilempar, jendela-jendela dilempari. Kejadian tersebut semakin membuat Constance panik. Tidak berapa lama salah seorang sahabat Blackwood, yang tip minggu pasti berkunjung minum teh, menghentikan pengrusakan tersebut dengan mengumumkan kalau Paman Julian telah tewas dialam rumah. Para penduduk lalu berhenti merusak dan satu-persatu meninggalkan pekarangan Blackwood. Sedangkan Constance dan Mericat telah berhasil melarikan diri kedalam hutan dan tidur di tempat persembunyian Mericat. Esok harinya mereka kembali dan mendapati rumah yang tidak beratap serta abu-abu yang berterbangan. Mulai saat itu pula Constance dan Mericat berjanji tidak akan keluar rumah. Mereka lalu memaku dan menutupi semua jendela serta membuat pembatas disekeliling bangunan agar orang-orang tidak dapat masuk. Beberapa sahabat Blackwood datang untuk menawarkan bantuan, namun Constance dan Mericat begriming untuk membuka pintu. Charles juga berkunjung datang untuk membawa kedua saudari itu keluar, namun dicueki oleh mereka. Constance sudah sadar apabila Charles haya menginginkan uang Blackwood. Tidak berapa lama para penduduk desa satu-persatu meninggalkan makanan didepan pintu Blackwood disertai surat permohonan maaf telah merusak rumahnya. Constance menerima makanan-makanan pemberian meraka namun tidak pernah membukakan rumahnya lagi. Dirinya bertahan hidup dengan berkebun di pekarangan rumah dan keluar saat malam hari saja. Mericat yang mendambakan hidup hanya dengan kakaknya merasa bahagia dengan keadaan barunya. Begitu juga Constance yang tidak perlu bersosialiasi dengan orang lain selain saudaranya. 

Banyak sekali pelajaran yang bisa dipetik dari cerita ini. Penokohan Constance dan Mericat yang seolah-olah tidak mendambakan keduniawian tentu amat berbeda dengan tokoh Charles yang digambarkan seperti sifat kebanyakan orang-orang sekarang, tamak dan rakus. Mungkin agak sulit untuk berpikir ada orang seperti si malaikat Constance. Seseorang yang amat sangat innocent meski telah berumur dewasa. Dan untuk tokoh Mericat, sifat antisosialnya banyak terjadi di masyarakat sekarang. Betapa benci dirinya terhadap penduduk desa dan selalu berdoa untuk kematian mereka. Pada akhirnya tokoh Constance dan Mericat ini ‘menyerah’ pada dunia, atau lebih tepatnya masa bodoh dengan dunia nyata. Mereka membangun dunia mereka sendiri tanpa bantuan orang lain dan hidup tanpa orang lain. Mungkin mereka-mereka ini adalah para kelompok yang terpinggirkan, yang enggan lagi bergabung dengan kebobrokan masyarakat dan tidak lagi ambil pusing dengan semua cercaan yang didapat. Dan memang pada akhirnya terbukti, semua tindakan menarik diri dari lingkungan sekitar memberi mereka ketenangan dan lambat laun orang-orang akan melupakan mereka. Life must go on no matter what…

Saya paling suka dengan ending yang Shirley berikan di novel ini. Mungkin nuansa novel ini nampak gelap dan tidak akan diamini untuk diterapkan di dunia nyata. Namun harus kita sadari bahwa dunia ini semakin toxic dan kita tidak perlu mengikutinya. Kita harus berdiri di kaki kita sendiri menemukan kebahagiaan versi kita. Dengan membaca novel ini saya semakin merasa perlu untuk cuek terhadap omongan orang dan tidak membalas aneka tindakan jahat yang pernah diarahkan ke saya. Recommended tidak novel ini? Tentu iya, dan semenjak ini Shirley telah menjadi salah satu penulis favorit saya. 

Find your own happiness. 

Komentar