Sistem Perkuliahan Master (S2) di US

 

Happy New Year, Wildcats!

Happy new year, everyone! Ah rasanya senang (atau sedih(?)) sekali tahun berganti. Setelah satu semester kuliah, diri ini mulai beradaptasi dengan jurnal tiap minggu, textbook tiap meeting, dan research tiap akhir semester. Fiuuhh pada akhirnya semua dapat dilalui, walau perjalanan tidaklah mulus bak keramik. Di postingan ini, aku akan cerita mengenai sistem kuliah master di US. Apa sih bedanya dengan kuliah di Indonesia? Apa drawbacknya? Apa bagusnya? Dan apa-apa yang lain. Well, namun cerita disini bisa bias ya, I mean jangan disama-ratakan dengan universitas AS yang lain, karena bisa jadi beda. US itu negara yang luaaas bingiiit, gigantic pokoknya, tiap state bisa beda perlakuan. Ceritaku fokus ke University of Arizona saja, lebih fokus lagi ke jurusanku Master of Arts in Teaching English as a Second Language (TESL). Yuk kita mulai. 


Why TESL at University of Arizona?


Bagi yang, eheem, rajin mengikuti postinganku pati tahulah ya mengapa aku mengambil jurusan TESL di universitas ini. Pertama karena aku ingin mendalami technology in language teaching dan yang kedua karena aku ingin jurusan yang menyediakan teaching practice. Setelah browsing kesana-kemari, hanya segelintir jurusan TESL/TESOL yang menyediakan course khusus di bidang technology in language teaching, dan University of Arizona salah satunya. Course ini aku dapatkan disemester kedua, dengan professor yang mengajar adalah Professor Reinhardt, seorang profesor terkemuka di bidang ini (you can check his outstanding profile in his website). Lalu setiap mata kuliah yang ditawarkan disini, selalu ada microteaching selama 15 - 20 menit. Semester 1, aku microteaching di matkul Introduction to TESOL, Teaching Listening, Speaking, and Pronunciation, serta Modern English Grammar for TESOL. Selesai microteaching, selalu ada feedback dari profesor yang mengajar. Feedback diberikan lewat aplikasi D2L, LMS yang kampus gunakan. Apa kelebihan yang telah kita lakukan, dan apa kekurangan yang bisa ditingkatkan, plus cara meningkatkan kekurangan tersebut. Komplit feedbacknya. Jadi dua alasan itulah yang membuatku mantap melanjutkan studi di kampus ini. 


Apabila kalian ingin mendalami bidang lain, selalu cek dan ricek mata kuliah yang ditawarkan. List mata kuliah bisa diakses di halaman website jurusan masing-masing. Kata kuncinya adalah Handbook of (jurusan yang diinginkan) at (universitas tujuan). Jangan sekali-kali memilih kampus hanya dari rankingnya saja ya, karena kuliah master itu untuk pendalaman dari S1. Jadi harus paham dahulu apa yang ingin kalian dipelajari di S2, barulah searching jurusan dan kampus yang sesuai dengan bidang yang diminati. 


Meski University of Arizona memiliki banyak mahasiswa (>35k mahasiswa), mahasiswa di jurusan TESL hanya sedikit. Dalam 1 angkatan, hanya ada 7 orang mahasiswa. Yes, anda tidak salah, hanya TUJUH mahasiswa. Meski begitu, dosen yang mengampu mencukupi, yaitu ada 5 orang dosen. Iya, hanya LIMA dosen. Namun kalau dirasio, sebenarnya lumayan besar. Katakanlah tiap angkatan hanya ada 7 orang, maka dua angkatan ada 14 orang (karena kuliah master 2 tahun, jadi 5 dosen tersebut mengajar 14 orang dalam 1 semester) sehingga rasio dosen:mahasiswa 5:14 atau 1:3. Besar kan rasionya? Jadilah dosen tidak terlalu sibuk dengan jadwal mengajar yang berteteran dan bisa fokus membimbing mahasiswanya. Aku sangat mengapresiasi hal tersebut, karena di Indonesia rasio dosen dengan mahasiswa tidak sebesar ini. Nampak kalau University of Arizona mengejar quality ketimbang quantity. Salut!


Meski sekelas sepi, namun kelas kami diverse sekali. Dari tujuh orang tersebut, 5 orang merupakan mahasiswa internasional dan sisa 2 orang US. Lagi, lebih banyak mahasiswa internasional ketimbang mahasiswa lokal! Sehingga tidak aneh kalau pelayanan mahasiswa internasional benar-benar bagus. Setiap email kita selalu dibalas. Setiap semester pasti ada pantauan dari kampus. Seperti misalnya pada akhir semester lalu, pihak kampus mengirim email bahwasanya akan ada telpon untuk memantau keadaan mahasiswa internasional. Kalau ada masalah studi, stres, atau hal lain bisa juga konsultasi dengan pihak kampus secara gratis. Jadilah kami di perantauan ini merasa dirawat oleh kampus sendiri. Seneng deh ada yang merhatiin. Wkkwkw. 


Perhatian dari International Student Service

Detail Kuliah Master di US

Biasanya kuliah master di US berlangsung 4 semester, Fall (Agustus - Desember) dan Spring (Januari - Mei) selama 2 tahun. Summer (Juni - Agustus) dan Winter (Desember - Januari) adalah masa libur (walau ada juga kuliah yang ditawarkan di Summer atau Winter semester (di Indonesia namanya semester pendek), namun jurusanku tidak menawarkan kuliah di 2 semester libur itu. Setiap semester terdiri dari 16 meeting/minggu (ada juga universitas yang tiap semester 14 meeting saja). Tiap matkul bobotnya 3 SKS atau 2.5 jam pelajaran di kelas. Untuk lulus master, minimal telah mengambil 33 SKS atau 11 matkul. Namun mahasiswa internasional yang tidak bekerja seperti aku, setiap semester wajib mengambil 9 SKS atau 3 matkul untuk dianggap mahasiswa full-time (status sebagai mahasiswa full-time sangat penting untuk penerbitan visa pelajar). Sehingga sampai lulus nanti, aku akan mengambil 36 SKS; 3 SKS lebih banyak dari ambang batas kelulusan. 


Berbeda dengan Indonesia yang mewajibkan master student untuk menulis tesis, universitas di US TIDAK mewajibkan penulisan tesis (kecuali yang mengambil kuliah master by research; kalau aku ambilnya master by coursework). Meski tidak ada penulisan tesis, namun bukan berarti tidak ada penelitian sama sekali. Tiap akhir semester, beberapa matkul menyediakan pilihan research bagi yang mau dan minat. Contohnya di matkul Introduction to TESOL, ada pilihan literature review (mensistesis minimal 10 research articles dan memadupadankannya untuk menjawab a research question) sebagai ujian akhir. Bagi yang tidak suka dan tidak mau research, bisa ambil pilihan lain seperti membuat course development atau menulis artikel nonresearch. Senang sekali ada pilihan terbuka seperti ini, karena tidak semua mahasiswa master memang suka research. Banyak dari mereka yang lebih ingin mendalami practice ketimbang theory. Terlebih karena research memakan banyak waktu dan biaya, sedangkan kami para mahasiswa internasional terbatas pembiayaannya. Sehingga lebih aman mengambil non-research agar lulus tepat waktu. Profesor juga biasanya tidak mengizinkan mahasiswa yang tidak kuat research base-nya untuk mengambil research, dengan kata lain kalau tidak kuat sekali di bidang ini maka mahasiswa bersangkutan tidak akan diizinkan mengambil research. 


Meski nampak sepele karena ‘hanya’ 3 matkul dalam 1 minggu, namun tugasnya beuuhh banyak bingo. Jadi memang setiap minggu per matkul kami hanya bertemu di kelas selama 2.5 jam saja, namun sebelum pertemuan tersebut kami diharuskan membaca banyaaak halaman jurnal. Biasanya 1 matkul wajib baca 2 bab dari sebuah buku yang telah ditentukan. Kalau profesornya keen banget dengan matkul tersebut, kita biasanya diminta untuk menulis refleksi setelah membaca. Refleksi minimal 300 kata dengan isi: Apa yang dapat anda pelajari dari bacaan tersebut? Bagaimana anda akan mengaplikasikannya di kelas anda? Plus kita diminta untuk menanggapi refleksi teman kelas yang lain. Refleksi diupload di LMS D2L, dengan deadline yang sudah tersetting rapi. Selepas pertemuan kelas, kita biasanya juga diminta membuat minipaper yang kurang lebih sama seperti refleksi. Terkadang kita juga diminta membuat lesson plan/silabus sebuah course dengan berlandaskan teaching approach yang barusan dipelajari. Lain waktu kita akan diminta membandingkan antara satu teori dengan teori lain. Jadi jangan berharap dapat lolos kelas tanpa membaca dahulu, karena akan ketahuan tulisan siapa yang berbobot dan siapa yang tidak. Wkwkkw. Beberapa profesor lebih santuy dengan tidak mengurangi poin nilai kita apabila terlambat mengumpulkan. Tapi beberapa profesor lebih strict dengan konsistensi deadline. Hue hehe. Namun kalau kita mendapat masalah saat pengerjaan semacam laptop rusak atau mati listrik/internet, kita bisa minta perpanjangan waktu ke dosen dengan mengemail beliau. Biasanya dosen akan pengertian dan memberikan batas kelonggaran hingga seminggu setelah deadline. 


Yang aku sukai dari sistem pendidikan disini ialah, apapun pendapat kita akan dihargai dan tidak dicemooh. Aku sering merasa minder ketika selesai menulis refleksi. Aku takut kalau tulisanku hanya meringkas apa yang ada dibacaan, tanpa menunjukkan bobot akan realita pendidikan di dunia nyata. Namun profesor tidak pernah mempertanyakan apa yang aku anggap bodoh ini. Tulisanku tetap dibaca secara keseluruhan dan aku juga diberi ruang untuk mengemukakan pendapat secara lisan. Awalnya karena teman-temanku semua aktif bertanya-jawab dan berdiskusi di kelas, aku yang pemalu ini kadang hanya diam angguk-angguk saja. Namun atmosfer yang mendukung diskusi akhirnya memacuku untuk mau-tak-mau ikut berpendapat. Sehingga lumayan aku jauh lebih talkative ketimbang saat datang pertama dulu. Mungkin beda master dan undergraduate disini kali ya, dimana master lebih banyak bertanya dan mempertanyakan pengaplikasian teori kedalam dunia nyata. 


Teman-temanku juga kebanyakan masih muda-muda, masih dibawah 30 tahun. Namun kesemuanya pernah bekerja mengajar. Ada yang pernah mengajar di Jepang, di Thailand, di Turki, di Meksiko, di Ukraina, dan tentunya aku di Indonesia. Memiliki pengalaman mengajar adalah nilai plus dan paling penting untuk bisa masuk TESL. Kayaknya tidak ada deh yang masuk kesini tanpa pengalaman mengajar sama sekali. Karena semua tugas mata kuliah akan disambungkan kedalam refleksi pengalaman mengajar. Misalnya saat belajar grammar tenses, kita tidak hanya belajar formula past, present, future namun juga bagaimana cara mengajarkannya kepada siswa-siswa sesuai background bahasa mereka. Jadi akan sangat sulit sekali bagi mahasiswa tanpa pengalaman mengajar untuk menuliskan refleksi seperti itu. Sejak banyak diminta menyangkutpautkan teori dengan practice, aku jadi punya resolusi untuk mencatat kekurangan dan kelebihan kelasku nanti saat pulang mengajar, agar besok kalau bisa sekolah lagi tidak plonga-plongo bingung mau nulis apa. Haha >.<


        Karena teman-temanku mahasiswa internasional yang berbahasa ibu berbeda dari Bahasa Inggris, kami banyak berdiskusi mengenai bahasa ibu masing-masing. Aku sering bercerita mengenai Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa, dan teman-temanku lalu bercerita mengenai bahasa ibu mereka. Bagaimana tensesnya, bagaimana vocabularynya, bagaimana pronunciationnya, dsb. Keren pokoknya sambil belajar Bahasa Inggris juga belajar bahasa lain dari seluruh dunia. 


Bagaimana dengan nilai? Well, disini sama seperti di Indonesia memakai IPK skala 4.00. Untuk bisa dapat A, nilai harus 90-100, B 80-89, C 70-79, dan D <69. Meski nampak tinggi, namun penilaiannya fair menurutku. Nilai disini amat sangat terbuka antara dosen dan mahasiswa. Jadi misal microteaching aku dapat nilai 90, maka akan dijelaskan kenapa microteachingku segitu. Penjelasan terdapat didalam feedback yang dikeluarkan setiap tugas selesai dinilai oleh dosen. Jadi tidak ada tuh ceritanya dapat nilai B atau A tiba-tiba tanpa ada keterangan. Wwkwkkw. Menurutku, asal tugas kita memenuhi semua persyaratan penulisan yang diminta oleh dosen plus berbobot alias tidak mengarang-arang amat, maka nilai 90 pasti didapat. Dan juga kalau sudah master, aku kira IPK tidak begitu menggelora seperti saat undergraduate. Lebih penting kita menguasai materi yang diberikan ketimbang dapat A tapi tidak paham teori X atau Y, misalnya. 


Contoh feedback tugas: paling kiri raihan nilai yang didapat, kolom tengah aspek-aspek penilaian, dan paling kanan feedback yang diberikan


Setiap tugas yang kita kumpulkan, akan dinilai oleh dosen yang bersangkutan dalam waktu 2 minggu. Kalau untuk tugas-tugas kecil macam refleksi akan langsung dinilai minggu itu juga. Pengalamanku sih satu minggu setelah deadline tugas akhir, semua nilai telah keluar. Cepat sekali memang para dosen meng-grading tugas kita. 


Tiap dosen juga memiliki office hours, artinya dosen available pada jam tersebut dan kita bisa janjian dengan dosen untuk berdiskusi tugas maupun research. Office hour dapat dibooking lewat email dengan dosen yang bersangkutan. Semua dosen juga aktif email sehingga balasan dapat kita terima within hours. Selama ini aku juga tidak punya kontak nomor dosenku. Semua korespondensi dilakukan melalui email student kita. 


Seminggu sebelum kelas dimulai, dosen akan mengemail kita mengenai textbook dan silabus yang akan digunakan. Kita bisa beli textbook lewat amazon atau ebay, bisa juga pinjam di perpus kalau tersedia. Harga textbook memang lumayan, sekitar $30-50 per buku. Namun disini ada sistem pinjam juga, jadi bisa rent via amazon dengan harga yang lebih murah ($15). Kalau pinjam di perpus, tenggatnya 21 hari dan akan otomatis diperpanjang kalau tidak kita kembalikan atau tidak ada mahasiswa lain yang antri pinjam. Pernah sekali aku pinjam satu textbook selama satu semester. Hehe emang ga modal ya gini nih. 


Fasilitas Kampus

        Dukungan kampus juga amat sangat baik ke kami. Tidak punya laptop? Lagi butuh kamera? Atau mau pakai ipad buat kuliah? Tenang, perpustakaan meminjamkannya secara gratis ke kita. Kita bisa pinjam perangkat elektronik hingga 21 hari dan dapat memperpanjangnya hingga selesai kuliah. Enak kan? Internet juga tersedia diseluruh sudut kampus dan dapat dipakai ke berbagai device. Laptop, ipad, dan hape semua sambungkan saja ke internet kampus dengan login pakai email dan password student masing-masing. Setiap kelas dilengkapi komputer, proyektor, dan juga masker. Tidak perlu bingung beli dimana, pokoknya tinggal datang saja ke kelas. 

        

        Kampus juga punya yang namanya cattran atau bus kampus. Bus ini biasa keliling kampus dan gratis dinaiki mahasiswa. Apabila mau pindah gedung dan malas jalan, bisa naik cattran. Aku belum pernah sih naik cattran karena jadwalnya tidak selalu cocok dengan jam kuliahku. 



        Semua fasilitas di kampus telah terintegrasi secara online. Misal kita mau cari antrian vaksin, kita tinggal ke website campus health dan mencari slot vaksin dengan sign in kesini. Disini kita bisa membuat appointmet sesuai dengan ke-available-an kita. Apabila ada permasalahan dengan administrasi, kita juga bisa email ke kantor yang bersangkutan tanpa perlu datang langsung ke gedung tertentu. Email akan dibalas dalam 2 hari kerja atau kurang. Sudah enak lah pokoknya tidak perlu wora-wiri. 

Teaching Assistant (TA) dan Kesempatan Internship

        Ada satu hal yang aku kagumi di sistem pendidikan disini. Kuliah di US adalah yang paling mahal di dunia. Namun apabila kita mendapat kesempatan menjadi Teaching Assistant (TA), kuliah kita akan gratis. Apa itu TA? TA itu ialah kita mahasiswa S2 yang kuliah sembari bekerja mengajar. Karena jurusanku erat kaitannya dengan pengajaran, kami mahasiswa TESL diberi kesempatan untuk melamar menjadi TA dan nantinya diharuskan mengajar kelas writing di kampus. Aku tidak begitu tahu berapa banyak jam kelas yang harus diampu tiap minggunya, namun begitu diterima TA maka kita tidak perlu membayar tuition fee yang ratusan juta itu alias kuliah kita gratis. Kita 'tinggal' membiayai biaya bulanan kita untuk makan dan tempat tinggal. TA ini biasanya terbuka untuk mahasiswa S2 dan S3. Karena aku sudah mendapat full scholarship, aku tidak melamar menjadi TA. 

        

        Untuk intership, pengumuman biasa lewat email student. Kapan hari lalu aku mendapat email soal assistantship di kelas Chomsky! Namun karena aku kurang pengetahuan di bidang beliau, aku tidak mendaftar. Juga apabila ada dosen kita yang membutuhkan assistant untuk penelitian alias asdos, beliau juga akan mengumumkan lewat email student. 


Lowongan TA lewat email

        Sehingga bagi teman-teman sekalian yang sekiranya mampu untuk membiayai kehidupan sehari-hari di US namun tidak yakin dapat melunasi uang SPP, bisa sekiranya malamar menjadi TA. Lamaran TA dilakukan bersamaan sewaktu apply kampus. 


Kampus dan Covid

        Aku tidak membayangkan kalau covid akan selama ini. Awalnya aku kira covid sudah akan berhenti begitu tahu kelas sudah meeting offline semester lalu. Namun begitu mendekati akhir semester, varian baru menyerbu dan kasus covid meningkat. Kampus sangat mendukung upaya pemberantasan covid dengan selalu memberikan update lewat email dan memasang kode mask up di setiap sudut kampus. Selain itu, mahasiswa dapat tes covid secara gratis dan berkala. Vaksin juga tersedia di klinik kampus dan gratis bagi yang mau vaksin. Booster juga telah disediakan. Masker disebar di setiap kelas, dan awal semester lalu terdapat pendistribusian satu termometer gratis untuk setiap mahasiswa. Semoga kasus covid bisa hilang selamanya dan hidup kita bisa normal lagi. Hiks hiks aku sampai lupa keadaan dunia 2 tahun lalu pracovid. 

Teman Erat yang Menyenangkan

Meski teman master tidak seerat teman saat undergraduate, namun tetap saja kami bertujuh ditambah kakak tingkat lumayan dekat. Karena kami memang tidak berbanyak, lebih mudah bagi kami untuk saling mengenal dan menghafal nama. Dengan dosenpun kami juga dekat, dosen sudah rasa teman sendiri. Kami sudah dua kali piknik bersama, dan kami juga mengadakan Friendsgiving sejurusan TESL. Sebagai murid rantau untuk kali pertama, aku sangat rindu dengan kampung halamanku. Bertemu dan bercengkerama dengan teman-teman adalah hal terindah yang rasakan. O jadi begini ya rasanya tinggal jauh dari keluarga. Begini ya rasanya apa-apa sendiri. Begini ya rasanya mengenal orang lain. Dan begini-begini lainnya. Sungguh aku tidak bisa bayangkan 4 semester sendirian, but hey apparently I still have friends out there!


And that’s all the wrap-out for today. Minggu depan aku sudah mulai kuliah lagi. Oh Tuhan lancarkanlah semester ini. Aamiin. Kita bertemu lagi ya next time, mungkin cerita soal lain selain kuliah dan kampus. Okay? See ya!

Komentar

Posting Komentar