Aku lahir bertahun-tahun lalu, saat masih ada ibuku, Inur, dan Estit. Aku tidak ingat kapan, namun saat itu pemilikku masih sibuk dengan kuliahnya. Saudara kandungku hanya ada 1, namanya Blessi, kucing calico cantik dambaan setiap orang rumah. Sayangnya dia mati ketika berumur 6 bulan, dan pemilikku menangis meratapinya. Kematiannya tragis — karena hujan deras yang menderu 2 jam lebih. Blessi yang saat itu sudah sakit, terjebak hujan di dekat pagar. Ditemukan menjelang isya ketika pemilikku pulang kerja. Dengan badan lemas, dia diangkut pulang lalu diselimuti. Kurang dari 6 jam kemudian dia kejang-kejang dan mati.
Aku tumbuh besar bersama Inur dan Estit, dua kakak bewarna hitam dan putih. Kami punya satu kakak lagi, namanya Sunny, tapi dia jarang pulang ketika aku kecil. Alhasil hanya Inur dan Estit yang aku ketahui. Ibuku mengurusku dengan baik. Aku sempat punya adik lagi bernama Simba dan Bless, tapi mereka juga mati setahun setelah lahir. Tidak lama aku bersama Inur dan Estit, karena saat usiaku satu tahun ada tetangga baru bernama Gendut yang meneror seisi rumah. Inur dan Estit ketakutan. Mereka kerap bertengkar. Gendut yang berbadan besar dipastikan menang, sedangkan Inur dan Estit terpaksa mundur dan pergi. Tidak pernah kembali.
Badanku Kecil layaknya kurang gizi. Aku juga tidak bisa bicara, suaraku tidak keluar meski aku coba. Satu-satunya cara komunikasiku adalah dengan datang mendekat dan mengusap-usap kepalaku ke orang yang aku tuju. Tapi aku benci digendong. Aku merasa sesak saat digendong dan aku takut jatuh. Jadilah aku meronta-ronta saat ada yang mendekapku. Meski badanku kecil, cakaranku tajam dan membekas. Jadi jangan coba-coba melawanku.
Telah bertahun-tahun aku membersamai pemilikku ketika pada suatu pagi dia pergi. Tidak seperti biasa, dia menangis pagi itu. Katanya aku diminta di rumah saja dan jangan pergi. Well, aku memang tidak pernah pergi. Aku temani dia yang duduk bergelongsor di depan garasi. Sambil berkaca-kaca dia memvideo-ku. Buat kenangan, katanya. Aku akan merindukanmu dan akan kembali, janjinya. Aku punya feeling dia akan pergi lama. Aku pandangi dia lama dalam diam. Kemayu dan Gemoy, dua anakku, juga mengantar kepergiannya. Jam setengah 8 dia perlahan menghilang ditelan jalanan. Kini aku sendiri tanpanya untuk pertama kali.
Tempat tidur favoritku ialah kasur spring bed yang pemilikku gunakan untuk tidur. Sejak kecil aku selalu mendusel tidur di sebelahnya. Terkadang pemilikku menendangku karena aku menganggu posisi tidurnya. Estit dan Inur juga suka tidur disana. Kami berbagi ranjang dan tidur bak sarden, untel-untelan. Hingga pada akhirnya mereka semua pergi, anak-anakku yang menggantikan. Mereka tidur disana saat malam dan siang. Aku yang mulai kesepian, merasa tempat itu tidak lagi cocok denganku. Aku memilih untuk ganti suasana dan tidur di atas pagar atau di atas meja teras. Mungkin saja pemilikku akan kembali membuka pagar, dan aku bisa menyambutnya dengan cepat. Siapa tahu.
Bulan-bulan telah berganti. Pemilikku tidak kembali. Sesekali aku mendengar suaranya dari sekotak hitam kecil yang didekatkan ke wajahku. Aku tidak tahu benda apa itu. Tapi benda itu mengeluarkan suara pemilikku. Sayang sayang baby lihat aku tidak? Suaranya berulang-ulang seperti itu. Aku sebal ada yang mengangguku dengan benda itu. Aku rasa aku sedang di-prank. Aku tidak melihat maupun mencium aromanya, namun suaranya terdengar jelas di telinga. Setelah beberapa kesempatan, aku tidak percaya lagi dan menganggap itu angin lalu. Mungkin aku sedang dikerjai, batinku. Aku mendengus kesal dan tidur lagi, mencoba melupakan bunyi-bunyian tanpa wujud tersebut.
Umurku telah bertambah tua dan kerjaanku hanya tiduran saja. Aku lupa umurku berapa, aku juga tidak coba menghitungnya. Terkadang aku memikirkan pemilikku. Dimanakah dia berada? Akankah dia kembali? Apakah dia sudah makan? Biasanya sebelum kerja dia akan pamit dan mencium keningku. Lalu sepulang kerja dia akan memanggilku, terkadang dengan sebungkus plastik jajanan. Kadang bakso, kadang cimol, kadang kentang, pokoknya segala yang digoreng dan bermicin itulah yang disukainya. Aku senang mendengar suara motornya mendekat, itu berarti dia sudah pulang. Tapi oh tapi, bulan telah berganti berkali-kali namun dia tidak kembali. Mungkin dia memang tidak akan kembali…
Suatu petang bulan Juli, rumah terasa hectic. Aku merasa semua anggota keluarga berkumpul. Entah apa yang mereka diskusikan, yang jelas semua lampu kamar menyala.
Aku sedang tiduran bersama Kemayu dan Play ketika ada suara memanggil. Suaranya familiar, dengan nada yang terakhir aku dengar jelas setahun lalu. Lalu suara dorongan roda mendekat. Ada sesosok asing yang berteriak pus pus mengejar kami bertiga. Play yang tertangkap duluan dan mencoba meronta. Namun aromanya familiar. Apakah ini pemilikku yang kembali?
Aku pandangi tangisan bahagia dari jauh. Aku masih tidak percaya jikalau dia pemilikku. Aku tidak mau masuk jebakan batman lagi. Kenapa tiba-tiba dia kembali? Lalu apabila dia kembali, apakah dia akan pergi lagi? Aku mencoba indra penciumanku yang sudah meredup. Badannya lebih kurus dari yang terakhir aku ingat. Namun caranya menggendong Play dan Kemayu masih sama. Menimang-nimang mereka seperti bayi. Memberi mereka banyak makanan kering. Play dan Kemayu juga masih menaruh curiga padanya. Telah lama kami tidak bertemu, jadi apa gerangan yang kalian harapkan ketika hal ini terjadi tiba-tiba?
Butuh 2 hari agar aku familiar lagi dengannya. Dia kerap mengelus-elus badanku, memvideo-ku, lalu mendekapku. Dia juga tidur di kasur yang sama, yang dulu biasa kami gunakan tidur. Lama-lama aku memberanikan diri naik kasur. Biasanya aku akan langsung disentil ketika menginjakkan kaki di atas sana, namun kali ini ada 2 lengan yang merengkuhku. Aku merasa deja vu, meski kali ini adalah nyata.
Aku sadari bahwa benar dia pemilikku yang lama pergi. Dia kembali entah untuk berapa lama. Aku tahu kini aku harus kembali tidur didekatnya — sebelum dia pergi lagi. Aku temani dia siang dan malam, aku tiduran sambil mengawasi. Dia kerap menjahiliku, mencubit pipiku dan menepuk perutku, membuatku tersentak bangun. Ahh dia masih seperti yang kuingat. Kini telah berhari-hari dia bersamaku. Aku yakin dia akan pergi lagi, karena dua koper yang didorongnya mulai diisi barang-barang. Aku tidak bisa bertanya padanya. Tapi aku percaya, dia akan kembali lagi. Yang terpenting pula, dia ada di dekatku saat ini. Forget about the future, live the best in the present. Aku pun memilih tidur lagi.
Komentar
Posting Komentar